Di sela-sela padatnya persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2009, Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) mendaftarkan pengujian UU No. 42/2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (26/5). Denny JA, Ketua Umum AROPI, datang bersama Umar S Bakri (Sekjen) dengan didampingi kuasa hukumnya, Andi Muhammad Asrun.
Dalam keterangan persnya, Denny mengingatkan bahwa lima minggu lagi sudah masuk pilpres. Ia berpendapat, presiden yang berbeda akan membuat Indonesia berbeda pula. “Di luar negeri, momen pilpres sudah seperti hari raya bagi lembaga survei. Sebab, lembaga survei menyuguhkan opini baru. Namun, pilpres di Indonesia malah membuat lembaga survei ketakutan”, tuturnya.
Kekhawatiran Denny dipicu oleh materi UU Pilpres, terutama Pasal 188, 228, dan 255. menurutnya, pasal-pasal itu tidak hanya melarang pengumuman survei di hari tenang dan hari pemilu, tetapi bisa membuat pengelola lembaga survei masuk penjara. “Pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, semangat reformasi, dan tradisi demokrasi,” tegasnya.
Denny JA dkk sebelumnya pernah mengujikan UU Pemilihan Legislatif dengan muatan yang sama, yakni mengenai quick count, dan dikabulkan oleh MK. Ia berharap MK juga segera merespon sekaligus mengabulkan judicial review UU Pilpres yang diajukannya.
“Tiga jam setelah pemilu, CNN mengumumkan kemenangan Obama. Karena prestasi itu, CNN mendapatkan penghargaan. Mestinya di Indonesia juga demikian. Sebab, quick count menjadi basis bagi publik dan parpol untuk melakukan follow up”, tambahnya.
Ia menegaskan bahwa putusan MK sangat penting, sebab bila belum disetujui MK, lembaga survei belum bisa mengumumkan hasil survei di hari tenang. Ini mengingat tahapan pilpres saat ini sudah berjalan.
Sementara itu, Umar S Bakri menguatkan pendapat Denny dengan pendapatnya bahwa kekhawatiran quick count akan meresahkan publik, dalam pengalaman pileg kemarin ternyata tidak terjadi. “Bahkan situasi politik juga kondusif. Jadi kami meyakini judicial review ini akan dikabulkan MK, sebab kasusnya serupa dengan pengujian UU Pileg kemarin,” imbuh Umar S Bakri.
Asrun ikut menggarisbawahi jika pasal-pasal yang melarang quick count bertentangan dengan Pasal 28F dan 28E Ayat 3 UUD 1945. “Ada hak publik untuk mendapatkan informasi, sebab survei adalah bagian dari upaya menyampaikan informasi,” pungkasnya. (Yazid/MH)