Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan oleh Nataniel Elake dan Thamrin Ely, calon anggota DPD Provinsi Maluku, serta Safiuddin, calon anggota DPD dari Provinsi Sulawesi Tenggara, Senin (25/5) di gedung MK. Agenda dalam persidangan kali ini adalah pembuktian II.
Nataniel dan Thamrin Ely adalah Pemohon perkara No.69/PHPU.C-VII/2009, sedangkan Safiuddin adalah Pemohon perkara No.52/PHPU.A-VII/2009. Kedua perkara ini semula di periksa dalam perkara terpisah, saat ini diperiksa secara bersamaan oleh Panel Hakim I yang diketuai Moh. Mahfud MD.
Dalam sidang kali ini, Pemohon dan Termohon mengajukan saksi yang memberikan kesaksiannya melalui sidang jarak jauh (video conference) di Universitas Pattimuara. Saksi dari Panwaslu yang dihadirkan oleh Termohon yakni Yanti Marlen mengatakan bahwa pihak Panwaslu telah menerima keberatan yang diajukan oleh Pemohon. “Keberatan tersebut telah kami teruskan ke Panwas Provinsi dan kemudian ke KPU. Setelah itu, saya tidak tahu tindak lanjutnya,” terangnya.
Saksi dari Pihak Pemohon, Leonard dari Seram Barat menjelaskan bahwa ada temuan bukti dari masyarakat tentang terjadinya kejanggalan di empat kecamatan. “Jadi ada dugaan serta indikasi penggelembungan suara di PPK,” katanya.
Sementara itu pihak Termohon memberikan jawaban di beberapa objek sengketa. Pada provinsi Maluku dan Maluku Tenggara Barat seperti yang di dalilkan Pemohon pada saat sidang sebelumnya terjadi penggelembungan suara pada calon lain dibantah oleh Termohon. “Di Maluku seperti yang dikatakan bahwa perolehan suaranya hilang sekitar 3.000 dan dilimpahkan ke calon nomer 13 yakni Husein Rahayaan tidaklah benar. Perolehan Husein sekitar 1.000, jadi hal tersebut tidak mungkin,” sanggah Teguh.
Pada Maluku Tenggara Barat, Yohana selaku ketua KPU menerangkan bahwa perpindahan suara tidaklah benar. “Sejak dari TPS, PPK sampai KPUD, saudara Pemohon tidak memiliki saksi sehingga tidak ada keberatan sama sekali ketika proses penghitungan,” ungkapnya.
Untuk permohonan Safiuddin, Mahkamah menasehati Pemohon karena tidak dapat menunjukkan bukti dan juga saksi. “Kalau hanya perdebatan secara lisan bahwa rata-rata di TPS Pemohon mandapatkan 100 suara dan tidak ada bukti yang konkrit. Tidak bisa semua diasumsikan saja,” jelas Mahfud.
Mahfud juga menambahkan bahwa, dalam persidangan sengketa PHPU, dokumen sangat penting dan itu yang akan dijadikan Mahkamah sebagai penilaian. “oleh sebab itu itu diharapkan masing masing pihak membuat kesimpulan secara tertulis dengan dilengkapi dokumen yang mendukungnya sebagai alat bukti,” ujarnya. (RNB Aji/MH)