Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jumat (22/5) pukul 15.57–17.12 WIB di Ruang Sidang Panel II Gedung MK. Sidang dengan perkara No.67/PHPU.C-VII/2009 ini dipimpin oleh A. Mukthie Fadjar serta didampingi Maria Farida Indrati dan Muhammad Alim. Sementara Panitera Pengganti adalah Irfan Nur Rahman.
Pemohon didampingi kuasa hukumnya, yakni Ace Kurnia, Budi R. Iskandar, Sofianul Ghufran, M. Nuzul Wibawa, R. Zaenal, Bobi, Andang Syaiful, M. Wahyuni, Ibrahim Mamesa, M. Sholeh, Jafar Sodiq, dan E.Titik Zaefal Sony. Sementara kuasa hukum Termohon adalah Tarbina (KPU Pusat), Nurtamam (KPU Pusat), dan Nurtalo (KPU Pusat). Kuasa hukum Pihak Terkait yang hadir adalah Zainudin Paru (PKS), Benni Ridho (PKS), W. Suminat (PKS), A. Zaelani (PKS), A.H. Wakil Kamal (PPP), M. Hadnawi Ilham (PPP), Ridho Hamaludin (PPP), dan Muchbani. M.A (PPP).
Pemohon mengajukan keberatan untuk DPR RI Dapil Bengkulu, DPR RI dapil 1 Lampung, Jawa Tengah dapil 2, DPR RI Jawa Timur dapil 2, 9, dan 11, DPR RI Sulawesi Tengah, DPR RI Dapil Papua, DPRD Propinsi untuk DKI Jakarta 3 dan 5, Nusa Tenggara Barat 6, Deli Serdang dapil 3 dan 4, Sulawesi Utara 2, Jambi 5, Seluma, Kota Palembang 1, Pesawaran 3, Kota Malang 1, Kubu Raya 4, Sidrap 3, Wakatobi 1, Toba Samosir 3, Blitar 3, Jepara 4, Langkat 2, Sidoarjo 3. Jepara, dan Jabar 9.
Sebelum Pemohon menjelaskan permohonannya, KPU Sidoarjo sempat menanyakan tiga hal. Pertama, soal keabsahan registrasi yang pada saat itu tidak mewakili partai politik karena surat kuasanya diperoleh oleh calon yang tidak bisa beracara di MK. Kedua, soal permintaan untuk perbaikan surat kuasa 1 x 24 jam, sehingga membuat permohonan belum bisa dibacakan. Ketiga, jika belum bisa dibacakan, apakah majelis hakim bisa menunda persidangan.
Mukthie fadjar menjelaskan bahwa permohonan yang diberi waktu perbaikan 1x24 jam, memang belum bisa dibacakan. Permohonan baru bisa dibacakan pada sidang berikutnya. Sementara soal surat kuasa, prinsipnya harus ada legitimasi partai bersangkutan. Artinya, permohonan harus atas nama partai, bukan atas nama pribadi.
Di Jatim 11, Pemohon tidak menyerahkan angka-angka secara kuantitatif, tetapi menganggap di dapil 11 terdapat kejanggalan setelah penghitungan suara. Pertama, ada perbedaan antara perolehan suara yang terdapat dalam C-1 dengan DA di Kab. Sampang Kec. Sampang. Menurut KPU, suara sah 229 suara, suara tidak sah 52. Menurut Pemohon, pada form C-1 ada pengurangan perolehan suara untuk caleg nomor satu. Kedua, di Birong Tengah Pemohon menemukan kejanggalan dari data-data yang dimiliki di TPS IV. Suara sah tercatat 316, tidak sah 52, dan jumlah pemilih 386. Ketiga, hasil perbandingan dengan DA-1 PPK khusus di Sarong Tengah jumlah orang yang tidak memilih di dalam satu desa sebanyak 1353. Menurut pemohon, ada kejanggalan untuk empat TPS, yakni yang tidak memilih ada 684, namun dalam satu desa yang tidak memilih 1.393 orang. Karena itu, Pemohon meminta adanya penghitungan surat suara ulang.
PPP yang hadir sebagai Pihak Terkait meminta Pemohon mampu menjelaskan partai yang kehilangan kursi, sekaligus partai yang perolehan kursinya berubah. Sementara dari PKS sebagai Pihak Terkait lainnya mengatakan telah siap, namun justru Pemohon yang belum siap.
Sepanjang persidangan, memang terlihat bahwa hampir sebagian besar pokok permohonan Pemohon dinyatakan belum siap, utamanya karena persoalan ketidaklengkapan materi permohonan yang disajikan. (Yazid/MH).
foto: humas mk/yogi djatnika