Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang dimohonkan oleh Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI) dengan agenda mendengarkan saksi dan pembuktian, Jum’at malam (22/6) di ruang sidang panel MK. Saksi-saksi yang dihadirkan Pemohon menerangkan terjadinya perubahan perolehan suara di PPK setempat dan saksi mengaku tidak diperkenankan mengikuti proses penghitunga suara di PPK.
Pihak Pemohon dalam persidangan mandatangkan 3 saksi dari kabupaten Nias Selatan di MK. Sedangkan untuk 6 saksi di Kabupaten Jayawijaya Papua dan 5 saksi dari Kabupaten Dairi memberikan kesaksian melalui video conference (persidangan jarak jauh) melalui Universitas Cendrawasih Papua dan Universitas Sumatera Utara Medan.
Dengan dipandu oleh kuasa hukum Pemohon, satu persatu saksi memberikan keterangan dalam persidangan. Edo, saksi dari Kabupaten Jayawijaya mengatakan bahwa pada saat pemilihan dan proses penghitungan yang terjadi dilapangan adalah saksi mendapatkan formulir C-1 dari TPS, akan tetapi terdapat perbedaan dengan hasil hitungan di PPK.
Begitu juga keterangan Yanuel yang menyatakan bahwa telah terjadi intervensi dari pemerintah setempat dalam proses penghitungan. “Saksi-saksi pihak kami dari PKDI tidak diberikan ijin untuk mengikuti proses penghitungan di PPK setempat. Pihak polisi melakukan intervensi dan melakukan politik praktis. Dilain itu, proses penghitungan dilakukan di hotel dan tidak di lakukan di tempat semestinya,” terangnya kepada majelis hakim..
Sedangkan kesaksian Ikhtiar, saksi Pemohon dari Nias Selatan menerangkan bahwa saat proses pleno di PPK, semua saksi tidak diperkenankan hadir dan tidak boleh masuk dalam proses rekapitulasi “Kami telah mendapati itu tempat penghitungan suara sudah digembok dari dalam sehingga kami tidak bisa menyaksikannya. Perolehan PKDI di PPK saat itu 1.l026 untuk Kabupaten Nias Selatan, tapi setelah proses penghitungan ulang ketiga hanya mendapatkan 20 suara saja,” ungkap Ikhtiar.
Sementara itu, KPU sebagai pihak Termohon membantah bahwa telah ada intervensi dari pemerintah dan kepolisian. Termohon menjelaskan bahwa setiap proses penghitungan harus ada pihak keamanan polisi untuk mengamankan jalannya proses tersebut sehingga berjalan lancar dan aman.
Turut hadir pihak Terkait dari Partai Golkar yang juga memberikan bantahan bahwa apa yang didalilkan Pemohon tidaklah benar. “Untuk Provinsi Sumatera Utara, perolehan suara PKDI semakin mengecil karena memang seperti itu adanya,” kata Viktor Wena selaku kuasa hukum Partai Golkar.
KPUD, lanjut Viktor, melakukan penghitungan ulang karena dari PPK tidak ada formulir C-2. “Pada penghitungan yang pertama suara PKDI adalah 23.089 dan pada penghitungan ulang mendapat 13.126 suara saja. Sedangkan Partai Golkar saat penghitungan pertama mendapatkan suara 25.678 dan saat penghitungan kedua mendapat 22.567 suara. Penghitungan itu apa adanya dan semua perolehan partai merosot. Meski merosot partai Golkar justru menjadi peringkat ketiga,” ungkapnya.
Maka dari itu, menurut Viktor yang berhak mendapatkan kursi tetap partai Golkar dan bukanlah PKDI yang nyata-nyata mengalami kemerosotan suara tajam setelah penghitungan yang kedua.
Majelis persidangan yang diketuai oleh Moh. Mahfud MD memberitahukan bahwa untuk sidang selanjutnya diharapkan bagi pihak Pemohon, Termohon dan Terkait hendaknya memberikan tanggapan tertulis disertai bukti yang mendukung untuk diperbandingkan. Sidang ini akan dilanjutkan pada Senin, 1 Juni 2009 dengan agenda pembuktian. (RNB Aji/MH)