Terjadi kesalahan penghitungan suara selama proses penghitungan dan penetapan suara di Kabupaten Nias, Kabupaten Buleleng, Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Sangihe sehingga perolehan suara Partai Kaya Perjuangan (Pakar Pangan) menjadi berkurang. Dampaknya, Pakar Pangan menjadi kehilangan kursi. Kuasa hukum Pemohon, Nikson Gansa Lalu menyampaikan hal demikian dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di gedung MK, Selasa (19/6) pukul 19.00 WIB.
Pakar Pangan mendalilkan, di Kabupaten Nias suaranya hilang di tiga desa yakni Bawodesolo sejumlah 9 suara, Onozikho 19 suara dan Pasar Gunung Sitoli 3 suara. “Jadi yang seharusnya mendapatkan kursi ke-10 adalah Pakar Pangan dengan perolehan 1.664 suara dan bukan Partai Golkar karena hanya mendapatkan 1.656 suara,” kata Nikson kepada majelis hakim.
Untuk kabupaten Buleleng, Nikson melanjutkan keterangannya, bahwa kertas suara telah tertukar sehingga perolehan suara Pakar Pangan menjadi sedikit dibanding partai lain yang mendapatkan kursi. Begitu juga yang terjadi di Tanjung Pinang, terdapat penggelembungan suara di tingkat PPK, sehingga mengakibatkan pihaknya sangat dirugikan.
“Pakar Pangan yang seharusnya mendapat pelimpahan suara akhirnya tidak mendapatkan haknya. Oleh sebab itu, kiranya MK dapat memeriksa dan memberikan pertimbangan dengan apa yang terjadi dalam realita di lapangan terkait proses pemilihan dan penghitungan,” tambah I Ketut Widia yang juga merupakan kuasa hukum Pemohon.
Dalam petitumnya, Pemohon memohon adanya pengembalian suara di kabupaten Nias, pemungutan suara ulang di beberapa TPS di kabupaten Buleleng dan penghitungan suara ulang beberapa TPS di kabupaten Tanjung Pinang dan kabupaten Banggai.
Tidak Dibenarkan
Sementara itu, Termohon yakni KPU memberikan keterangan bahwa dalil hilangnya suara tidaklah dapat dibenarkan karena tidak ada kejelasan. “Bukti-bukti apa yang dapat menguatkan hilangnya suara Pemohon sehingga dapat menjadikan alasan untuk dibatalkannya rekapitulasi KPU,” ungkap Puji Basuki, kuasa hukum KPU.
Pihak KPU Buleleng juga menambahkan bahwa dalil yang digunakan untuk meminta pemungutan suara ulang tidak bisa dibenarkan. Selain itu, tidak ada bukti yang kuat untuk hasil selisih suara mulai di TPS, PPK, sampai KPU.
“Saksi-saksi semua parpol tidak ada yang complain dan merasa dirugikan. Hanya Pakar Pangan saja yang merasa dirugikan berdasarkan asumsi saja. Semua saksi yang ada tidak berkebaratan dengan hasil ini semua,” kata Yudi anggota KPU Buleleng.
Yudi juga memaparkan, keadaan di Buleleng selama proses pemungutan sampai penghitungan suara tetap aman dan tidak terjadi permasalahan. Permintaan pemungutan ulang, menurut pihak KPU justru menunjukkan adanya keinginan yang berlebihan dari Pemohon agar ketika dilakukan pemungutan ulang bisa merubah perolehan suaranya menjadi lebih banyak di beberapa TPS di kabupaten Buleleng.
Menurut Yudi, apabila dilakukan pemungutan suara ulang di kabupaten Buleleng akan menimbulkan problem tersendiri dalam masyarakat dan memunculkan kembali kondisi yang tidak kondusif. “Bisa jadi para pemilih sudah tidak antusias ketika disibukkan dengan pemungutan suara ulang,” kilah Yudi mementahkan dalil Pemohon.
Yudi juga menambahkan, pemungutan suara ulang tersebut juga akan menghadapi sejumlah kendala. Misalnya, penyelenggara enggan untuk menjadi panitia kembali karena akan disibukkan oleh proses persiapan, pemungutan, serta penghitungan yang membutuhkan waktu hingga malam hari.
Menengahi silang pendapat tersebut, Hakim Konstitusi Harjono mengingatkan kedua belah pihak agar dalam persidangan selanjutnya memberikan bukti secara rinci berdasarkan fakta di lapangan.
“Untuk Pemohon tolong dicermati lagi petitum yang diajukan. Bagi pihak Termohon bukti resmi segera diajukan ke Mahkamah sebagai pembanding dari bukti yang diajukan oleh pihak Termohon,” nasihat Harjono kepada kedua belah pihak. (RNB Aji/MH)