Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) membacakan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dihadapan Majelis Panel Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (18/05), di ruang panel sidang MK yang dipimpin Maruarar Siahaan. PPDI memohonkan agar hasil rekapitulasi KPU dibatalkan. Di Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Musi Rawas, terdapat penggunaan surat suara sebesar 16.689 suara dengan 14.173 lembar suara sah dan 1.716 suara tidak sah. Jika dijumlahkan antara suara sah dan tidak sah, terdapat selisih 526 suara.
Suara tersebut menurut Pemohon tidak ada yang menggunakannya. ”Kami menduga suara tersebut dialihkan kepada perolehan suara Partai Amanat Nasional,” kata kuasa hukum PPDI. Menurutnya lagi, jumlah suara PAN bertambah dari 311 suara menjadi 711 suara. Hal itu menyebabkan PAN mendapat satu kursi DPRD. Bila jumlah suara PAN dikurang 400 dan Partai Barisan nasional 100, PPDI akan naik pada peringkat kelima dan berhak memperoleh 1 kursi di DPRD. ”Partai Pemohon berhak memperoleh 1 kursi di DPRD,” kata kuasa hukum PPDI itu yakin.
Menurut Pemohon, hal yang sama juga terjadi di Kecamatan Upik, Dapil Dua, Kabupaten Musi Rawas. Dari Jumlah 18.945 orang yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) terjadi penggelembungan suara sebesar 5.821 suara. Selisih suara tersebut digunakan untuk menambah jumlah suara partai-partai lainnya. Dalam pokok permohonannya, Pemohon meminta Majelis Hakim mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya, membatalkan penetapan KPU Nomor: 255/KKPS/KPU/2009 tentang penetapan hasil Pemilu DPR, DPD dan DPRD, menetapkan hasil penghitungan suara berdasarkan versi Pemohon, dan memerintahkan KPU melaksanakan putusan tersebut.
Permohonan tersebut dibantah pihak Termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena permohonan Pemohon telah melewati batas 3x24 jam pengajuan permohonan (kadaluarsa). Ditambahkan Termohon, bahwa permohonan Pemohon tersebut beranjak dari asumsi sehingga dapat dikatakan permohonan tersebut tidak pasti atau kabur (obscuur libely). ”Permohonan Pemohon tidak beranjak dari kenyataan tapi hanya berupa asumsi-asumsi yang menyebakan permohonan tidak pasti atau obscuur libely,” kata kuasa hukum KPU tersebut.
Belum lagi, tutur Termohon, dalam perhitungannya tidak terjadi perselisihan penghitungan suara sebagaimana asumsi dari Pemohon. Sehingga Termohon meminta Hakim memutuskan dalam eksepsi bahwa Permohonan Pemohon telah kadaluarsa. Kemudian menganggap permohonan Pemohon kabur (obscuur libely). Sidang Majelis Hakim MK yang dipimpin Maruarar Siahaan tersebut yang didampingi anggota Hakim MK Akil Mochtar dan Ahmad Sodiki kemudian mensahkan alat bukti yang akan diajukan dalam persidangan. Majelis Hakim memberi kesempatan kepada Pemohon untuk mengajukan saksi-saksi pada sidang selanjutnya. (Feri Amsari/NT)