Dalam rangka mengantisipasi permohonan pemeriksaan perkara dari daerah sengketa pemilu di seluruh Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan simulasi persidangan jarak jauh menggunakan fasilitas video conference dengan 34 fakultas hukum (FH) universitas se-Indonesia. Diperkirakan akan banyak partai politik maupun calon anggota DPD yang mengajukan saksi di daerah untuk memperkuat gugatannya. Untuk itu, MK telah bekerja sama dengan 34 FH universitas se-Indonesia dalam melaksanakan persidangan jarak jauh tersebut.
Mahkamah Konsitusi (MK) sesuai amanat konstitusi memiliki kewenangan memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan dan akuntabel, maka MK memerlukan pedoman beracara untuk mewujudkannya.
Demikianlah yang diutarakan hakim konstitusi M. Arsyad Sanusi ketika melakukan simulasi dengan penanggung jawab Fakultas Hukum Universitas se-Indonesia terkait masalah persidangan jarak jauh (video conference) melalui komunikasi jarak jauh, Kamis (14/5) dari gedung MK.
Setelah rapat kerja MK awal 2009, ujar Arsyad, dikeluarkanlah Peraturan MK (PMK) No. 18/2009 sebagai pedoman untuk pengajuan permohonan elektronik (electronic filing) dan pemeriksaan persidangan jarak jauh (video converence). “Hal tersebut sangat penting dalam menunjang keterbukaan dan pemberian akses kemudahan bagi pemohon yang jarak daerahnya jauh dari MK untuk mendaftar dan mendatangi persidangan di MK yang terletak di ibukota Jakarta secara langsung,” katanya kepada para penanggung jawab video conference di tiap-tiap Fakultas Hukum.
Selain itu dalam proses persidangan PHPU, MK akan mengadakan sidang panel dan pleno. “Sidang panel akan memeriksa permohonan, kelengkapan bukti, medengarkan keterangan saksi, ahli dan paling sedikitnya dipimpin oleh tiga hakim konstitusi. Sedangkan sidang pleno adalah pembacaan putusan. Paling tidak dalam sidang pleno dihadiri oleh sembilan hakim konstitusi. Apabila ada kejadian luar biasa maka, sidang pleno bisa dihadiri kurang dari sembilan hakim,” ungkapnya
M. Arsyad juga mengingatkan masalah teknis persidangan seperti koordinasi dengan pihak pemohon, termohon dan MK. Paling tidak lima belas menit sebelum persidangan para pihak telah siap untuk melakukan persidangan. Selain itu, jangan sampai ada kemoloran kedatangan yang akhirnya membuat proses persidangan tertunda.
Demi terlaksananya proses persidangan jarak jauh secara baik tanpa ada kendala, maka pihak penanggung jawab di FH universitas se-Indonesia hendaknya selalu berkoordinasi dengan MK. “Koordinasi itu minimal dilakuakan lima hari sebelum persidangan. Penanggung jawab persidangan jarak jauh dari MK akan selalu memberikan konfirmasi demi efisiensi terlaksananya proses persidangan PHPU secara cepat, sederhana serta transparan,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui penggunaan video conference telah lama dirintis MK bekerja sama dengan FH dan Pusat Kajian Konstitusi (PKK) se-Indonesia dan diresmikan pada 18 Desember 2008 lalu. MK mamanfaatkan teknologi informasi untuk memudahkan masyarakat mendapatkan keadilan (access to justice). Teknologi ini dapat digunakan untuk penyiaran persidangan, digitalisasi dokumen, pengajuan perkara online, sosialisasi hukum acara, dan untuk kegiatan kampus. (RNB Aji)