Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) A. Mukthie Fadjar menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Kamis (7/5) di gedung MK, Jakarta. Kunjungan yang diikuti oleh kurang lebih 100 orang mahasiswa tersebut dilaksanakan sebagai bagian dari program studi konstitusi bagi para mahasiswa.
Pada kesempatan tersebut, Wakil Ketua MK A. Mukthie Fadjar menjelaskan kepada para mahasiswa mengenai hukum acara Mahkamah Konstitusi. Menurut Mukthie, hukum acara yang digunakan dalam persidangan MK secara umum dibedakan menjadi dua. Pertama, hukum acara umum yang berlaku dan digunakan dalam pemeriksaan permohonan perkara umum MK, seperti pengujian undang undang. Dan yang kedia adalah hukum acara khusus yang bersifat cepat dengan batas waktu yang ditentukan secara ketat. Hukum acara ini digunakan dalam pemeriksaan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
Terkait penyelesaian perkara PHPU calon anggota DPR, DPD, dan DPRD di Mahkamah konstitusi, Mukthie menambahkan bahwa semua perkara yang dimohonkan harus diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari kerja. “Batas waktu ini terhitung sejak ditetapkannya rekapitulasi hasil penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),” katanya.
Untuk menyelesaikan perkara PHPU yang jumlahnya mencapai ribuan, lanjut Mukthie, MK akan membentuk tiga panel hakim yang masing-masing terdiri atas tiga orang hakim konstitusi. “Setiap satu sidang panel terdapat tiga hakim konstitusi. Jadi, MK juga siap dengan tiga ruang sidang untuk melakukan panel hakim. Dan dalam sidang tersebut akan memerikasa bukti dan kesaksian. Setalah itu baru dilakukan sidang pleno (untuk pengucapan Putusan-red),” ujarnya.
Berkaca pada pengalaman PHPU 2004, MK dapat menyelesaikan dan memutuskan perkara permohonanan PHPU dalam waktu 21 hari. “Maka, MK juga mengupayakan dapat menyelesaikan dan memutuskan perkara PHPU, minimal dalam waktu 21 hari dan tidak akan melebihi batas waktu 30 hari,” tandasnya. Diperkirakan MK akan memulai persidanagan terkait PHPU 2009 pada 18 Mei 2009.
Menanggapi pertanyaan mahasiswa tentang pengawasan hakim konstitusi selama ini, Mukthie mengatakan bahwa MK memiliki kode etik hakim konstitusi. Apabila ada pelanggaran terhadap kode etik tersebut yang dilakukan oleh hakim konstitusi, akan dibentuk Dewan Kehormatan yang terdiri dari hakim konstitusi dan pihak luar MK untuk menangani hal tersebut. “Sebagai kontrol terhadap hakim konstitusi,” sambungnya. (RNB Aji/ard)