Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu (UU Penyelenggaraan Pemilu), Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol), dan Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu) dinilai telah menghianati kedaulatan rakyat karena terlalu banyak mengatur campur tangan pemerintah. Selain itu, berbagai aturan dalam UU tersebut telah menimbulkan pula diskriminasi karena menentukan syarat-syarat yang memperberat partai politik.
Demikiaan pernyataan Mirza kuasa hukum para Pemohon dalam persidangan uji materi UU 22/2007, UU 2/2008, UU 10/2008 di ruang sidang MK dengan agenda Pemeriksaan Perbaikan Permohonan, Rabu (6/5). Permohonan ini diajukan oleh Zulfikar selaku Administrator Partai Independen Revolusi-45, Arnold L. Wuon selaku Sekjen Partai Kristen Indonesia, dan Saiful Huda, Koordinator Partai Wilayah Jawa Barat dari Partai Uni Demokrasi Indonesia.
Norma-norma yang dimohonkan uji materi antara lain sebanyak 27 pasal dalam UU Penyelenggara Pemilu, 18 pasal dalam UU Parpol, serta 19 pasal dalam UU Pemilu.
Pemohon mendalilkan pasal-pasal yang diatur dalam UU a quo telah memberikan syarat yang berat kepada para Pemohon. “Hal ini bisa memasung dan melanggar kemerdekaan berserikat dan menyatakan pendapat dalam pemilu baik langsung maupun tidak langsung kepada permainan uang (money politic), di mana dengan kekuasaan uang itu peserta pemilu diajak untuk lolos dalam keikutsertaan pemilu,” kata Mirza, kuasa Pemohon.
Menurut para Pemohon dengan adanya persyaratan yang memberatkan tersebut menyebabkan para Pemohon tidak dapat mengikuti Pemilu 2009. Lebih lanjut para Pemohon juga mendalilkan, sebagai akibat dari sistem pemilu yang melanggar hak asasi rakyat tersebut, Pemohon tidak mempunyai kesempatan untuk memperjuangkan hak-hak Pemohon dan hak-hak rakyat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28C ayat (2) UUD 1945.
Menanggapi permohonan tersebut, Mahkamah memberikan nasehat kepada Pemohon dalam hal konsistensi permohonan. “Dalam hal ini, Pemohon harus mencermati permohonan yang selama ini diajukan dan penyerahan bukti sehingga dapat diterima dan dapat meyakinkan mahkamah,” jelas Hakim Arsyad Sanusi.
Menolak Pemilu
Usai persidangan, Sri Bintang Pamungkas yang merupakan ketua tim advokasi Persaudaraan Golput menyatakan bahwa telah menolak Pemilu dari sisi undang-undang. “Banyak pasal-pasal yang membelenggu dan membedakan antara parpol yang kaya dan miskin,” katanya di hadapan para wartawan.
Sri Bintang juga menambahkan syarat lain yang dinilai tidak rasional yakni AD/ART suatu parpol harus mencontek UUD 1945. “Selain itu terdapat pula persyaratan yang tak logis semisal harus memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol, harus memenuhi 2/3 provinsi. Bagaimana dengan keberadaan parpol lokal di Aceh. Intinya Undang-Undang Pemilu kali ini kacau,” tandasnya. (RNB Aji/ard)