Penolakan oleh Pemerintah Kota Surabaya atas kewajibannya dalam pemakaian listrik mulai bulan Desember sampai bulan Januari 2008 serta tunggakan biaya pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui surat Walikota Nomor 180/2247/436.1.2/2008 sangat merugikan saya sebagai Pemohon.
Hal tersebut diutarakan oleh, Tedjo Bawono dalam sidang uji materi UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, Senin (27/4) di Ruang Sidang MK.
Pasal 50 yang berbunyi bahwa, Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Pemohon menjelaskan, apabila pasal a quo diterapkan maka sangat merugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara. “Dengan demikian, yang terjadi justru memberikan perlindungan kepada pejabat negara dan daerah terutama Walikota Surabaya untuk tidak mematuhi putusan Pengadilan Negeri Surabaya terkait sengketa kolam renang (Brantas-Red),” katanya kepada Majelis Mahkamah.
Dalam petitumnya, Pemohon menyatakan bahwa pasal 50 UU 1/2004 bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, Pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan pasal 50 UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Sementara itu, Majelis Mahkamah memberikan nasihat kepada pemohon apakah permohonan sudah tepat. “Hak Konstitusional mana yang dirugikan dalam penerapan UU tersebut. Semua argumentasi yang pemohon utarakan secara historis berhubungan. Akan tetapi, persolaan aplikasi di lapangan terkait eksekusi putusan Pengadilan Negeri Surabaya dan persoalan hak konstitusional harus dibedakan,” nasihat Hakim Konstitusi Harjono.
Hakim Akil Mochtar juga menasehati pemohon terhadap pengajuan permohonan karena sebelumnya telah diajukan. “Dahulu Pemohon telah mengajukan permohonan ini, pasal yang diajukan sama, subjeknya juga sama namun digeser dari PBB kolam renang ke masalah rekening listrik. Hal ini perlu pemohon perhatikan,” katanya.
MK memberikan kesempatan waktu selama dua minggu kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan. (RNB Aji)
Foto: Dok Humas MK / Ardli Nuryadi