Pendapat individual dari Hakim Konstitusi bukanlah pendapat Mahkamah Konstitusi (MK). Pendapat MK adalah yang tertuang di dalam putusan MK.
Demikian pernyataan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati ketika menerima kunjungan peserta Diklat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham), Senin (27/4) di Gedung MK. Kunjungan ini merupakan bagian dari Diklat Jabatan Fungsional Perancang Perundang-undangan Tahun 2009 Dephukham.
Maria menambahkan bahwa setiap hakim harus mengemukakan pendapat dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). “Adalah hal yang wajar jika di dalam mengambil keputusan Hakim Konstitusi terdapat perbedaan (dissenting opinion). Jika seandainya tidak terjadi suara bulat, maka dipilihlah pendapat terbanyak. Kemudian dibuat tulisan (legal opinion) untuk melihat mana pertimbangan hukum yang lebih kuat sebagai putusan,” katanya.
Jika terjadi kedudukan seimbang antara hakim yang menerima dengan hakim yang menolak, lanjut Maria, maka keputusan ada di tangan ketua majelis hakim. “Walaupun ada perbedaan pendapat (dissenting opinion), ini tidak akan mengurangi keputusan yang dikeluarkan MK. Dissenting opinion adalah pendapat tiap-tiap hakim, sedangkan putusan MK adalah putusan pendapat yang terbanyak. Dissenting opinion justru menunjukkan independensi MK,” tegasnya.
Oleh karena itu, sambung Maria, melihat putusan MK tidak hanya melihat diterima atau ditolak saja, tetapi juga harus melihat pertimbangan para hakim dalam memutuskan perkara. Hakim Konstitusi diharuskan membaca banyak referensi dalam mempertimbangkan suatu perkara.
Berbicara mengenai sosialisasi putusan MK, Maria mengakui masih ada hambatan dalam proses sosialisasi putusan MK ke masyarakat. Menurut Maria, kalau UU diletakkan dalam Lembaran Negara, sedangkan Putusan MK hanya tercantum dalam Berita Acara Negara. “Masalahnya adalah ketika ada sebuah UU yang diujikan beberapa kali ke MK seperti UU Pemilu, akan sulit untuk diundangkan. Ini yang masih dicari solusinya oleh MK dan Dephukham,” jelas Maria.
Disinggung mengenai keberadaan MK yang dianggap sebagai lembaga superbody, Maria menuturkan bahwa MK tetap diawasi oleh rakyat Indonesia. “Secara kelembagaan, Komisi Yudisial memang tidak mengawasi MK, tapi rakyatlah yang mengawasi kami,” jelasnya.
Maria juga menjelaskan bahwa jika nanti ada perubahan konstitusi yang mengharuskan MK untuk diawasi, maka MK yang memiliki fungsi sebagai pengawal konstitusi tentu saja akan mematuhi apa yang diputuskan dalam konstitusi. (Lulu A.)
Foto: Dok. Humas MK / Annisa L.