Sebanyak 69 Panitera Pengganti (PP) dan Petugas Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Mahkamah Konstitusi (MK) diambil sumpahnya oleh Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gaffar, Jumat (24/4), di aula MK. PP dan Petugas tersebut bersumpah akan menjalani tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam kata sambutannya, Janedjri menyampaikan mengenai amat pentingnya tugas mereka. ”Saya memohon agar sumpah yang baru diucapkan tidak dipandang sebagai untaian kata-kata indah tanpa makna,” katanya mengingatkan, ”tetapi dipandang sebagai komitmen kepada Allah, diri sendiri, dan masyarakat, terutama masyarakat pencari keadilan,” lanjut Janedjri.
Janedjri berkeyakinan bahwa tugas ini berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, karena yang dilindungi adalah suara rakyat. Ia juga memperingatkan seluruh jajaran pegawai, khususnya PP dan Petugas perkara PHPU agar tidak mencederai amanah rakyat tersebut. Janedjri juga meminta jajarannya bekerja secara optimal terutama setelah penghitungan suara KPU usai, 9 Mei 2009. MK harus bersiap menerima perkara yang masuk dalam waktu 3 x 24 Jam. ”Kita harus siap selama 24 jam,” tegasnya.
Janedjri dalam kata sambutannya juga menanamkan lima prinsip utama penanganan perkara di MK. Pertama, Prinsip Transparansi, yaitu prinsip keterbukaan informasi, antara lain tentang perjalanan sidang PHPU, jadwal persidangan, bahkan putusan harus terbuka aksesnya bagi publik. ”Hanya Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) saja yang tertutup,” kata Janedjri.
Prinsip kedua adalah fairness, yaitu prinsip kesetaraan atau keadilan. Ketiga, imparsiality, yaitu prinsip ketidakberpihakan. Keempat, prinsip independent, bebas dari intervensi. ”Bahkan saya (Sekjen MK-red) tidak bisa meintervensi tugas saudara-saudara,” kata Janedri menegaskan.
Kelima adalah prinsip accountability, yaitu dapat dipertanggungjawabkan. Kelima prinsip tersebut akan menjadi parameter penilaian berhasil atau tidaknya kinerja MK dalam menjalankan persidangan perkara PHPU ke depan.
Dalam menghadapi kemungkinan ”meledaknya” perkara PHPU, MK juga menetapkan pelbagai kebijakan penting. Di antaranya, menunda seluruh kasus pengujian perundang-undangan, dan ”mengasramakan” para PP dan Petugas perkara PHPU untuk menghindari kemungkinan intervensi pihak-pihak lain dalam perkara.
Perkara PHPU yang akan disidangkan MK tersebut harus diselesaikan dalam 30 hari kerja. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 78 huruf b UU MK. Karena padatnya jadwal sidang tersebut, Janedri sudah ”mewanti-wanti” jajarannya untuk mempersiapkan diri secara maksimal termasuk menjaga kesehatan. (Feri Amsari)
Foto: Dok. Humas MK/Yoga Adiputra