Mahkamah Konstitusi (MK) memeriksa perkara terkait keinginan untuk membuka kembali peluang calon presiden independen di Indonesia. Dalam sidang panel Pemeriksaan Pendahuluan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan, didampingi oleh Achmad Sodiki dan Harjono, (Rabu, 22/4), Majelis Hakim memeriksa permohonan uji materi UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang diajukan oleh Sri Soedarjo dan Pemohon Pendamping Suryo Bawono. Pemohon ialah Presiden Dewan Nasional Komite Pemerintahan Rakyat Independen, yang berkedudukan di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sri Soedarjo mempertentangkan Pasal 1 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), (2), (3), dan ayat (4) UU No.42/2008 terhadap Pasal 1, Pasal 6 ayat (1), Pasal 28C ayat (1), (2), Pasal 28D ayat (1), (3), Pasal 28E ayat (2), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), (4), dan (5), dan Pasal 28J ayat (1) UUD 1945. Pemohon berpendapat bahwa kehadiran pasal-pasal UU No.10/2008 tersebut telah merugikan hak konstitusionalnya sebagai warganegara yang dilindungi oleh UUD 1945. Sri Soedarjo juga berargumen bahwa Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: ” pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum ”sebelum” pelaksanaan pemilihan umum” telah menimbulkan penafsiran berbeda. Sedangkan saat ini pemilihan umum legislatif, 9 April yang lalu, sudah selesai. Sri Soedarjo beranggapan bahwa pemilihan yang dimaksud dalam konteks tersebut adalah pemilihan umum legislatif bukan pemilihan umum Presiden. Alasan itulah yang menyebabkan Pemohon berpendapat bahwa UU Pilpres harus kembali diuji secara materiil.
Terhadap alasan Pemohon tersebut, Maruarar menyarankan agar Pemohon membaca kembali putusan MK yang terdahulu terkait dengan calon presiden independen. ”Hal ini sudah pernah diputus sebelumnya,” katanya dalam perkara No. 26/PUU-VII/2009 ini.
Sementara itu, Harjono dan Achmad Sodiki menyarankan agar Pemohon lebih memperjelas permohonannya mengenai substansi norma yang dipertentangkan antara pasal undang-undang terhadap Pasal-Pasal UUD 1945. ”Perlihatkan kepada kami pada sidang berikutnya pertentangan tersebut,” kata Harjono.
Maruarar juga memberikan masukan agar Pemohon memperjelas kedudukan hukumnya, yaitu sebagai perorangan atau sebagai Presiden lembaganya, supaya MK mengetahui ada-tidaknya hak konstitusional Pemohon yang dirugikan. Sedangkan Achmad Sodiki kembali menasehati agar Pemohon membaca putusan MK terdahulu mengenai calon presiden independen. ”Sebab perkara yang telah diujikan ke MK tidak dapat diujikan kembali,” jelasnya.
Majelis Hakim memberi waktu selambat-lambatnya dua minggu setelah sidang Pemeriksaan Pendahuluan ini. (Feri Amsari)
Foto: Dok. Humas MK/Kencana SH