Mahkamah Konstitusi (MK) sedang membangun citra yang baik. MK menyadari citra yang baik akan mempengaruhi penegakan hukum di masyarakat. Demikian pernyataan Hakim Konstitusi Achmad Sodiki ketika menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Janabadra, Yogyakarta, Rabu (22/4), di Gedung MK.
Sodiki juga mengungkapkan bahwa jika suatu lembaga peradilan sudah tidak dipercaya masyarakat, maka akan sulit menegakkan hukum. “Pencitraan itulah yang masih terus dibangun MK. Kepercayaan masyarakat pun tumbuh. Sekarang bila masyarakat sudah buntu di MA (Mahkamah Agung red.), maka mereka berbondong-bondong ke MK,” jelas Guru Besar FH Universitas Brawijaya Malang ini.
Selain itu, Sodiki menjelaskan mengenai kewenangan MK seperti yang tertuang dalam Pasal 24C UUD 1945. Kewenangan MK tersebut antara lain melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, mengadili sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam UUD 1945, menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum, dan memutus perkara impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Sodiki juga menuturkan bahwa mulai 9 Mei – 9 Juni 2009 mendatang MK bersiap menghadapi sidang mengenai sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) sebagai bukti MK menjalankan kewenangannya dengan sebaik-baiknya. “Diperkirakan akan masuk sekitar 1.000 kasus. Jadi para Hakim Konstitusi punya kantor sekaligus rumah di Gedung MK ini selama persidangan PHPU berlangsung,” ujarnya.
Selain itu, Sodiki menjelaskan bahwa seorang Hakim Konstitusi harus memiliki integritas yang tinggi dan moral yang tidak tercela. Ini merupakan syarat utama yang dapat dinilai langsung oleh masyarakat. Secara kelembagaan, memang tidak ada lembaga yang mengawasi Hakim Konstitusi, namun pada kenyataannya Hakim Konstitusi diawasi secara terbuka oleh masyarakat Indonesia. “Walaupun tidak ada yang mengawasi secara kelembagaan, namun Hakim Konstitusi itu tetap terikat oleh kode etik Hakim Konstitusi. Bila melanggar itu, maka kami bisa diberhentikan,” jelas Sodiki.
Hakim Konstitusi, jelas Sodiki, masing-masing tiga orang dipilih oleh DPR, Presiden, dan MA. Latar belakangnya pun berbeda walaupun dalam bidang hukum. Hal inilah yang mempengaruhi setiap putusan MK dengan adanya pendapat berbeda (dissenting opinion). “Perbedaan pendapat dalam mengambil keputusan di MK itu justru harus ada. Hal ini menunjukkan kemandirian MK,” papar Sodiki. (Lulu A.)
Foto: Dok. Humas MK/Andhini SF