Kewibawaan Mahkamah Konstitusi (MK) terletak pada integritas, independensi Hakim Konstitusi. Oleh karena itu, menjadi seorang Hakim Konstitusi adalah hal yang berat. Demikian ditegaskan Hakim Konstitusi Akil Mochtar ketika menerima kunjungan dari Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (22/4), di Gedung MK.
Menurut Akil, menjaga integritas dan perilaku Hakim Konstitusi adalah hal penting. Hal tersebut semata-mata karena kepercayaan masyarakat terhadap integritas MK tergantung pada keteguhan Hakim Konstitusi dalam memegang moral dan janji yang telah diikrarkan dalam menjalankan tugas konstitusional. “Maka Hakim Konstitusi harus berpihak pada keadilan dan kebenaran. Jadi, Hakim Konstitusi itu tidak tepat jika digolongkan sebagai profesi, karena bagi saya, Hakim Konstitusi adalah sebuah kehormatan,” papar Akil.
Dalam kesempatan itu, Akil juga menjelaskan perihal latar belakang lahirnya MK (Constitutional Court) di berbagai negara. Menurut Akil, lahirnya MK didorong oleh empat hal, yakni implikasi dari paham konstitusionalisme, adanya mekanisme checks and balances, penyelenggaraan negara yang bersih, serta perlindungan terhadap HAM. Implikasi dari paham konstitusionalisme, lanjut Akil, MK berfungsi untuk menjamin kebebasan warga negara.
MK juga merupakan salah satu cabang kekuasaan negara yang bertugas untuk menjaga agar penyelenggaraan negara tetap berpijak pada prinsip demokrasi dan menghormati serta melindungi hak asasi manusia. Selain itu MK juga dapat ditempatkan untuk melakukan kontrol terhadap akuntabilitas penyelenggara negara. Salah satu perwujudannya melalui kewenangan MK dalam memproses sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). “Hal itu untuk menjaga agar pemilu sesuai dengan konstitusi,” jelas Akil.
Akil pun menjelaskan mengenai kewenangan yang dimiliki MK, di antaranya menguji undang-undang terhadap UUD, memutus pembubaran parpol, mengadili sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam UUD 1945, menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum, dan memutus perkara impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden. Namun mengenai impeachment Presiden, lanjut Akil, kewenangan MK hanya sampai mengadili keputusan DPR. “Hal ini berbeda dengan kewenangan MK di Thailand atau di Jepang. Di kedua negara tersebut, MK berhak memberhentikan perdana menteri,” ujarnya.
Menyinggung mengenai putusan MK, Akil berujar bahwa Hakim Konstitusi berhak menyampaikan pendapatnya dalam sebuah perkara. “Di MK, berbeda pendapat itu malah dianjurkan. Hal ini mencerminkan akuntabilitas dan independensi Hakim Konstitusi yang hanya berjumlah sembilan orang di negara ini,” jelas Akil. (Lulu A.)
Foto: Dok. Humas MK/Annisa Lestari