14/4/2009. MK memutuskan alokasi dana penerimaan cukai hasil tembakau sebesar 2 persen dalam UU Cukai bukan hanya untuk provinsi pemilik pabrik rokok, tetapi juga untuk provinsi penghasil tembakau.
Upaya Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi memperjuangkan hak yang seharusnya diterima daerah yang dia pimpin akhirnya membuahkan hasil. Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai (UU Cukai) yang dia ajukan. “Menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Selasa (14/4). Putusan ini tentu saja menjadi kabar baik buat daerah-daerah penghasil tembakau.
Dalam pertimbangan, MK memberi tafsir terhadap Pasal 66A ayat (1) UU Cukai. Pasal yang memuat ketentuan penerimaan negara dari “cukai hasil tembakau dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2%” harus diartikan secara menyeluruh. “Ruang lingkup cukai hasil tembakau harus dimaknai secara menyeluruh yang meliputi penghasil tembakau dan pengolahannya hingga menjadi barang kena cukai,” ujar Mahfud lagi.
Selama ini, pasal tersebut memang acapkali ditafsirkan secara sempit. Alokasi dana 2% itu dalam prakteknya hanya diberikan kepada provinsi yang memiliki pabrik rokok. Sedangkan, provinsi penghasil tembakau terbesar seperti Nusa Tenggara Barat (NTB) terpaksa gigit jari. Apalagi dalam sidang sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani keukeuh tak memberikan cukai kepada provinsi penghasil tembakau.
Putusan MK ini jelas menguntungkan NTB dan provinsi penghasil tembakau lainnya yang tak memiliki pabrik rokok. MK menegaskan bila provinsi seperti NTB tetap tidak memperoleh haknya dari cukai hasil tembakau maka Pasal 66A ayat (1) itu dinyatakan bertentangan dengan konstitusi. Putusan ini memang bersifat inkonstitusional bersyarat. “Artinya, pasal tersebut inkonstitusional jika syarat yang ditetapkan oleh Mahkamah tidak terpenuhi, yaitu pemohon (NTB,-) sebagai provinsi penghasil tembakau berhak untuk turut serta memperoleh alokasi dana cukai hasil tembakau yang dipungut pemerintah,” ujar Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi saat membacakan pertimbangan Mahkamah.
Pasal 66A ayat (1) UU Cukai
Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen) yang digunakan untuk mendanani peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Kuasa Hukum Gubernur NTB Andy Hadianto gembira dengan putusan ini. “Ini putusan bagus, sangat berpihak kepada rakyat,” ujarnya. Terkait hitung-hitungannya, berapa persen untuk provinsi penghasil tembakau dan provinsi pemilik pabrik rokok, Andy menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri Keuangan. Alokasi dana 2% itu akan dibagi kepada provinsi-provinsi tersebut.
Revisi Peraturan Menkeu
Direktur Jenderal Bea Cukai Anwar Supardi mengaku bisa menerima putusan ini. Ia berencana akan segera merevisi Peraturan Menteri Keuangan yang terkait dengan pembagian alokasi dana cukai hasil tembakau ini. Salah satu yang akan direvisi adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. “Kita tinggal menambah dengan menyebut daerah-daerah tersebut (penghasil tembakau),” ujarnya usai persidangan.
Kasubdit Litigasi Depkumham Mualimin Abdi menilai putusan MK ini sebagai putusan yang bijak. Ia juga menyambut baik langkah jajaran Depkeu yang akan merevisi Peraturan Menteri Keuangan. Namun, ia meminta agar yang diatur tak hanya terkait cukai, tetapi juga terkait persoalan cengkeh. “Yang harus diantisipasi juga adalah penghasil cengkeh. Itu harus diakomodir supaya mereka tak menggugat ke MK,” ujarnya.
(Ali)
sumber: http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=21711&cl=Berita
Foto: Dok. Humas MK/Kencana SH