Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), Rabu (1/4), di ruang sidang panel Gedung MK, dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.
Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 19/PUU-VII/2009 ini dimohonkan oleh Tafrizal Hasan Gewang, S.H., M.H., dan Royandi Haikal, S.H., M.H. yang berprofesi sebagai kurator.
Para pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan adanya Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan yang menyatakan “kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.”
Pasal tersebut dianggap para Pemohon membatasi profesi kurator karena tidak boleh menerima perkara apabila ia sedang menangani tiga perkara. Tak hanya itu, menurut Pemohon, Pasal 15 ayat (3) menimbulkan diskriminasi karena profesi kurator sama dengan profesi bidang keahlian lainnya seperti advokat atau pengacara, akuntan publik, konsultan hukum pasar modal, dan penilai (appraiser).
“Pembatasan yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (3) melanggar hak para Pemohon atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, diperlakukan tidak adil, serta bersifat diskriminatif,” kata Tafrizal.
Oleh karenanya, para Pemohon menganggap pasal a quo bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan (2), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, dan dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK membatalkan keberlakuan Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan dan menyatakannya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Majelis Panel Hakim yang terdiri dari Maruarar Siahaan, Arsyad Sanusi, dan Achmad Sodiki meminta para Pemohon mengubah permohonannya terutama penjelasan mengenai hak konstitusional yang terlanggar. “Jangan menjadikan kerugian materiil sebagai landasan anda (para Pemohon, red.) mengajukan gugatan ke MK. Harus ada penjelasan mengenai apa hak konstitusional anda yang terlanggar karena Pasal 15 ayat (3) ini,” jelas Maruarar.
Kemudian Maruarar juga meminta agar Para Pemohon mereformulasi permohonannya mengenai pasal diskriminatif. “Anda harus menjelaskan definisi dari diskriminatif sehingga bisa meyakinkan MK bahwa pasal yang diujikan bersifat diskriminatif,” tandas Maruarar.
Majelis Hakim Konstitusi memberi waktu dua minggu (14 hari kerja, red) bagi para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. (Lulu A.)
Foto: Dok. Humas MK/Andhini SF