Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang pemeriksaan perbaikan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan), Rabu (25/3) di gedung MK, Jakarta. Perkara ini domohonkan oleh Philipus P. Soekirno, Direktur PT. Agung Kimia Jaya Mandiri yang juga Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Pemakai Bahan Berbahaya (ASPEMBAYA).
Dalam perbaikan petitumnya, pemohon perkara 12/PUU-VII/2009 ini meminta MK menyatakan Pasal 1 angka 3, Pasal 6A ayat (1) dan (2), Pasal 76 ayat (1) dan (2), Pasal 86 ayat (1), (1a), (2), (3), dan Pasal 86A UU Kepabeanan bertentangan UUD 1945.
Soekirno menjelaskan bahwa UU Kepabeanan telah memberatkan dirinya sebagai pengimpor Potasium Permanganat, bahan utama bisnisnya. Akibat ketentuan-ketentuan a quo, ia merasa dibebani oleh proses registrasi pada dua instansi, yakni Departemen Perdagangan serta Bea dan Cukai.
“Permohonan izin sudah kami penuhi dengan baik. Namun sekitar 20 metrik ton potassium kami masih ditahan Dirjen Bea dan Cukai sampai sekarang,” terang Soekirno.
Ia menilai penahanan tersebut adalah wujud arogansi pemerintah. Sebab menurutnya Dirjen Bea dan Cukai tidak memiliki kewenangan secara hukum untuk menahan barang tersebut. Dengan penahanan barang tersebut yang dilakukan oleh Bea dan Cukai berdasarkan UU a quo, perusahaannya terancam mengalami kebangkrutan. “Itu artinya akan merugikan 200 karyawan beserta keluarganya,” keluh Soekirno.
Ketua Panel Hakim Konstitusi A. Mukthie Fadjar mengatakan kepada Pemohon bahwa kewenangan MK adalah menguji norma yang ada di dalam undang-undang. Oleh karenanya, yang paling penting dalam pengujian uji materil adalah perdebatan norma hukum undang-undang, bukan implementasinya. Sementara, Mukthie menilai pemohon hanya kecewa terhadap putusan MA yang tidak dilaksanakan dengan baik.
Mahkamah akan mengagendakan sidang selanjutnya untuk mendengarkan keterangan ahli, pemerintah, dan DPR. (Yazid).
Foto: Humas MK (ardli)