Pemerintah mengatur bahwa iklan rokok hanya boleh ditayangkan di televisi mulai pukul 21.30 sampai 05.00 pagi. Akan tetapi pada kenyataannya banyak iklan rokok ditayangkan secara terselubung melalui acara seni atau sepak bola yang telah tayang mulai sore hari. Pola penayangan iklan tersebut dilakukan melalui animasi dan logo yang muncul pada saat acara tersebut berlangsung.
Demikian disampaikan oleh Dina Kania, seorang ibu muda beranak satu, yang menjadi Saksi pada sidang uji materi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) di ruang sidang pleno MK, Rabu (25/3).
Dina, selaku saksi dari pemohon juga menjelaskan bahwa dia berhasil menemukan fakta terkait iklan rokok yang digunakan untuk memasarkan produknya kepada anak muda. “Banyak iklan rokok disimbolkan dengan hal yang gaul, bertema remaja melalui olahraga budaya dan seni. Kita bisa melihat billboard ataupun papan reklame, spanduk berada di daerah sekitar sekolah. Hal ini sangat buruk, menimbulkan sugesti agar anak muda untuk merokok dan berbahaya” katanya.
Sementara ahli yang diajukan Pemohon, Mardiyah Chamim, menjelaskan bahwa rokok merupakan komoditi kesetiaan. Menurutnya, hal itulah yang menjadi latar belakang produsen rokok untuk menjadikan para remaja sebagai sasaran promosi produknya. “Mulai tahun 1974 rokok telah didesain untuk dipasarkan kepada anak muda. Riset Philip Morris (produsen rokok asal Amerika Serikat-red) tahun 1989 menjelaskan gaya hidup anak muda, apa yang diinginkan dalam pikiran mereka telah diprediksikan,” tandasnya.
Mardiyah juga menambahkan bahwa aturan internasional sebenarnya telah melarang iklan rokok dengan menampilkan artis sebagai model. Sedangkan yang terjadi di Indonesia justru iklan rokok menampilkan artis terkenal yang menjadi trend setter anak muda. Menurut Mardiyah, para produsen rokok beralasan karena industri rokok di Indonesia tidak terikat aturan tersebut dan tidak ada aturan yang melarang promosi rokok di Indonesia. “Saya tidak paham mengapa alasan itu yang digunakan,” keluhnya.
Pemerintah yang diwakili oleh Freddy H. Tulung, Dirjen Sarkom dan Diseminasi Informasi Departemen Komunikasi dan Informatika, menyatakan bahwa Frase “yang mempergunakan wujud rorok” dalam Pasal 46 ayat 3 huruf c UU Penyiaran tidak bertentangn dengan UUD 1945. menurut Freddy, industri rokok layak untuk dipandang sama dengan industri yang lainnya. “Industri rokok adalah industri yang legal dan diatur oleh undang-undang,” ujarnya.
Freddy juga menambahkan bahwa industri rokok sangat bermanfaat bagi terbukanya lapangan kerja, memberi pemasukan bagi petani tembakau dan cengkeh. Selain itu, lanjutnya, pemasukan bagi negara dari industri rokok sebesar 57 triliun per tahun sementara iklan rokok telah menyumbang 1,4 triliun bagi pemasukan negara. (Rojil NBA)
Foto: Humas MK (Anisa Lestari)