Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) selama ini bergerak pada wilayah pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi, pendidikan, sosial kemasyarakatan, dan advokasi. Namun mulai saat ini, Muslimat NU harus mengerti dan memahami konstitusi negara sebagai salah satu jalan untuk membangun nasionalisme. Muslimat NU memandang penting pendidikan kesadaran berkonstitusi sebagai teladan dan pencerahan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hal itu diungkapkan oleh Pengurus Pimpinan Pusat Muslimat NU, Hj. Darwani Pasaribu, dalam sambutan temu wicara antara MK dengan Muslimat NU tentang pendidikan kesadaran berkonstitusi bagi tokoh Muslimat NU se-Indonesia, Jumat (20/3), di Jakarta.
Organisasi muslim yang didirikan sejak tanggal 29 maret 1946 dan merupakan organisasi perempuan terbesar di Indonesia ini telah banyak memberikan sumbangsih terhadap negara dan bangsa. Oleh sebab itu, lanjut Darwani, Muslimat memiliki peran penting dalam mentransformasikan pendidikan berkonstitusi tersebut.
“Tujuan terpenting setelah pertemuan ini adalah sadarnya masyarakat tentang hak konstitusi. Untuk mewujudkan itu perlu kerjasama antara semua elemen bangsa sehingga hak-hak berkonstitusi setiap warga negara dapat dimengerti,” tegasnya.
Sementara itu, dalam sambutannya, Wakil Ketua MK Abdul Mukthie Fadjar menerangkan agar komitmen dalam memberdayakan masyarakat terutama perempuan harus ditingkatkan. “Ibu-ibu Muslimat memiliki anggota hingga lima belas ribu di Indonesia sampai di pelosok, (mereka) harus bisa menjadi contoh dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat,” tandasnya.
Kesadaran berkonstitusi, lanjut Mukthie, tidak hanya milik lembaga-lembaga negara, melainkan milik seluruh warga negara. “Jadi nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 juga harus dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan yang nyata oleh masyarakat.” Lanjutnya.
Muslimat NU, sambung Mukthie, merupakan pilar masyarakat madani. Transformasi pendidikan kesadaran berkonstitusi dapat dilakukan secara efektif melalui perempuan karena memiliki banyak forum seperti pengajian, arisan, dan perkumpulan lainnya. “Akan lebih bermanfaat dan lebih berisi apabila dalam forum tersebut diselingi dengan muatan pendidikan kesadaran berkonstitusi,” terangnya di akhir sambutan.
Acara temu wicara yang akan berlangsung selama dua hari, 20-21 Maret 2009, ini meliputi seluk beluk UUD 1945, MK beserta kewenanganya, Pemilihan Umum dan Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum. (Rojil NBA)
Foto: Dok. Humas MK/Denny Feishal