Secara kelembagaan, memang tidak ada lembaga negara yang mengawasi Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, MK justru memiliki tanggung jawab langsung kepada publik atas setiap putusannya.
Hal ini dikatakan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati ketika menjawab pertanyaan Jefri, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Soegijapranata, Semarang, yang berkunjung ke MK, Selasa (17/3).
Sementara itu, mahasiswa FH lainnya, Suyari Tulung, menanyakan kewenangan MK dalam pengujian undang-undang yang dinilai berpotensi mereduksi kredibilitas Presiden dan DPR sebagai lembaga yang berwenang membuat dan mengesahkan undang-undang, sebab banyak undang-undang yang dibatalkan oleh MK baik sebagian maupun keseluruhan.
Atas pertanyaan tersebut, Maria menjawab bahwa sepanjang periode 2004-2009, Program Legislasi Nasional (Prolegnas) telah menyiapkan 284 rancangan undang-undang. Tahun ini semua RUU itu harus diundangkan. Artinya, menurut Maria, selain fungsi legislasi itu tetap menjadi kewenangan DPR dan harus disetujui bersama presiden, kedua lembaga itu juga masih punya banyak ”pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan. ”Sementara MK hanya lembaga penguji undang-undang terhadap UUD 1945, bukan pembuat ataupun pengesah undang-undang,” jelas Maria.
Maria juga memberi contoh, ada salah satu RUU yang judulnya Hubungan Etnisitas. Menurut Maria, RUU ini tidak akan pernah menjadi undang-undang, sebab, bagaimana mungkin mengatur hubungan antar etnis yang tidak bisa digolongkan sebagai materi muatan undang-undang. ”Karena itu, dengan keberadaan MK, diharapkan para legislator semakin serius menyusun undang-undang sehingga produk hukumnya benar-benar berkualitas,” papar Maria. (Yazid)
Foto: Dok. Humas MK/Wiwik BW