Mahkamah Konstitusi melakukan sidang pemeriksaan pengujian UU No.40/2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku (UU Seram), Kamis (12/3). Sidang panel perkara 8/PUU-VII/2009 ini dihadiri delapan Pemohon, yakni Fredek Kasale, Chrestian Waileruny, Simon Wasia, Herkop Maatoke, Hi. A. Laitupa, Ali Ely, Ny. Halidja Polanunu, dan Yusuf Laisouw. Mereka didampingi oleh Anthoni Hantane, Simon Noy, dan Albas Setiawan sebagai Kuasa Hukum Pemohon.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK menyatakan Lampiran II UU Seram menyangkut peta wilayah yang menetapkan batas wilayah administrasi bagian timur antara Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Maluku Tengah di sungai Makina Kecamatan Seram Utara dan di sungai Mala Kecamatan Amahai serta batas wilayah administrasi bagian selatan di Laut Banda, bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) juncto Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
“Penetapan batas wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat sampai hari belum terimplementasi. Inilah alasan utama kami berada dalam persidangan ini,” tutur Kuasa Pemohon.
Di persidangan, Majelis Hakim yang diketuai Muhammad Alim menyatakan bahwa MK tidak bisa mengabulkan petitum Pemohon. “Kewenangan MK tidak menguji Lampiran, namun undang-undang terhadap UUD 1945,” sambung Arsyad Sanusi.
Karena itu, Hakim Panel menasehati Pemohon agar merenungkan kembali permohonan yang diajukan, apakah akan dicabut sehingga masih berpeluang mengujikan lagi dengan substansi permohonan yang baru atau meneruskan tetapi dengan catatan petitum tidak berkaitan dengan kewenangan MK.
“Hakim panel ini nanti juga akan melaporkan kepada Hakim Pleno terkait hasil-hasil pemeriksaan di sini”, papar Muhammad Alim. Dikatakannya, apapun keputusan pemohon benar-benar diberi keleluasaan tanpa ada paksaan. Jika memang permintaan mencabut Lampiran II masih tetap diteruskan, maka hal itu juga akan diputuskan oleh rapat Hakim Pleno.
Kuasa pemohon sempat meyakini bahwa Lampiran II adalah juga “bagian dari undang-undang” sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b UU MK. Namun, Hakim Panel menjelaskan bahwa pengertian bagian tersebut tidak seperti disampaikan Kuasa Pemohon.
“Bagian undang-undang adalah berarti setiap batang tubuh undang-undang yang terdiri atas bab, pasal-pasal, ayat-ayat, dan seterusnya, bukan berarti Lampiran juga adalah bagian dari Undang-Undang,” tegas Muhammad Alim dalam penjelasannya.
Sidang berlangsung sedikit alot karena Pemohon kurang memahami penjelasan Hakim Panel. Namun pada akhirnya Pemohon mengatakan akan meninjau kembali petitumnya. (Yazid)
Foto: Dok. Humas MK/Kencana SH