Mahkamah Konstitusi (MK) terbilang produktif selenggarakan Temu Wicara (TW). Dalam sehari, MK menggelar dua TW sekaligus dengan tema dan partisipan yang berbeda. Itu terjadi ketika MK menggelar TW dengan Kerukunan Pensiunan Pegawai Agraria Pertanahan (KPPAP) dan Asosiasi Pejabat Pembuat Akta Tanah Indonesia (Aspati), Jumat-Sabtu (6-7/3), di Jakarta. Pada hari yang sama, MK juga menggelar TW dengan TNI AU di ruang yang lain.
TW yang dibuka oleh Ketua MK, Moh. Mahfud MD, bertujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya kesadaran berkonstitusi.
Dalam paparannya, Mahfud lebih banyak memberikan kilas balik kesejarahan terbentuknya UUD 1945. ”UUD 1945 tidak datang begitu saja. Ia memakan korban dalam proses kelahirannya karena banyaknya tindakan dan isolasi yang amat keras pada waktu itu,” tuturnya. Bahkan, lahirnya Negara Kesatuan juga akibat kompromi-kompromi politik yang terjadi saat itu.
Meski Mahfud mengakui bahwa konstitusi Indonesia lahir dari tindakan politik, namun, sebagai negara yang demokratis dan berdasar hukum, konstitusi tetap harus dijunjung tinggi dan dihormati. ”Banyak contoh negara di dunia ini yang demokratis tapi tidak berbasis hukum, sebaliknya banyak pula negara berbasis hukum yang tidak demokratis,” jelas Mahfud.
Mahfud juga meminta segenap anggota KPPAP dan Aspati mewaspadai adanya keinginan segelintir pihak yang menginginkan adanya amandemen kelima. ”Ginandjar Kartasasmita, caleg DPD, berkampanye pada masyarakat yang menginginkan perubahan UUD 1945 kelima, untuk memilih dirinya,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, amandemen kelima sah-sah saja, sejauh didukung sepertiga anggota DPD dan dua pertiga anggota DPR. Mahfud hanya hendak menegaskan bahwa setiap pengajuan amandemen, harus benar-benar dilandasi esensi dan tujuan konstitusional yang jelas.
”Jika tidak, maka setiap tahun konstitusi kita bisa selalu berganti-ganti karena ambisi politik belaka,” timpal Harjono, yang akan dilantik sebagai Hakim Konstitusi, juga di depan peserta TW.
TW dengan KPPAP dan Aspati membicarakan topik Pembahasan Mengenai UUD 1945 oleh Drs. H. Slamet Effendy Yusuf, M.Si, MK Dalam Sistem Ketatanegaraan RI oleh Harjono, Peraturan Perundang-Undangan dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang oleh Ahmad Shodiki dan Arsyad Sanusi, Pemilu dan PHPU oleh I Dewa Gde Palguna, serta MK dan Administrasi Lembaga Peradilan oleh Panitera Zainal Arifin Hoesein. (M. Yazid)
Foto: Dok. Humas MK/Yoga Adiputra