Ketika zaman Orde Baru, sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dilakukan di Peradilan Umum. Sejak amandemen UUD 1945 dan Mahkamah Konstitusi (MK) ada, sengketa PHPU dialihkan ke MK. Pada Pemilu 2004, MK menerima 479 gugatan PHPU. Setelah diseleksi, yang bisa disidangkan sejumlah 247 kasus dan selesai dalam waktu 30 hari.
Hal itu disampaikan Ketua MK, Moh. Mahfud MD, ketika berkunjung ke redaksi TV One, Senin (2/3). Kunjungan tersebut dalam rangka diskusi dengan jajaran Redaksi dan Kepala Biro TV One dari daerah-daerah (Surabaya, Medan, dan Makassar) menjelang semakin dekatnya Pemilu 2009.
Dalam pemaparannya, Mahfud juga menegaskan bahwa yang dapat mengajukan gugatan PHPU legislatif di MK adalah Parpol dengan KPU. “Saat ini, sengketa pemilu bisa terjadi antarperorangan. MK tidak memperkenankan gugatan perorangan terhadap parpol, dan perorangan dengan perorangan terlebih dalam satu parpol. Kalau perorangan, itu bukan wilayah MK. Tempatnya di Perdata Umum,” tegas Mahfud.
MK, lanjut Mahfud, telah menyiapkan instrumen hukum untuk mempersiapkan diri terhadap gugatan yang akan dimohonkan. MK memperkirakan kasus yang akan masuk sampai 792 kasus PHPU dan harus diselesaikan dalam tempo 30 hari. Apabila ada kasus pidana dalam pemilu, setidaknya harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum melakukan permohonan. “Kemarin (26/2, red), MK sudah membicarakan itu dengan MA, Kapolri, Kejaksaan Agung, dan Menteri Hukum dan Ham,” lanjutnya.
Menanggapi pertanyaan sejauh mana persiapan MK untuk menangani kasus tersebut yang diperkirakan meningkat hingga tiga kali lipat, Mahfud menyatakan bahwa MK memiliki sembilan hakim dan setiap hakim bisa dipecah menjadi tiga untuk melakukan sidang panel. Selain itu, nanti juga dibantu dengan sebelas panitera untuk tiap panel. “Untuk masalah perselisihan hasil penghitungan suara, MK juga memiliki tim IT (informasi teknologi red.) dan semua perselisihan hasil penghitungan berdasar dokumen. Jadi, saya yakin bisa,” tambahnya dengan penuh keyakinan.
Di akhir diskusi, Mahfud juga menyatakan bahwa MK merupakan lembaga yang independen. Letak independensi tersebut terdapat pada hakimnya. Jika ada hakim lain akan bertanya pada saya tentang arah permasalahan sengketa mau di bawa kemana, saya tidak akan memberikan jawaban. Justru legal opinion sembilan hakim itulah yang harus diadu dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).” Oleh sebab itu, dalam putusan MK ada dissenting opinion sebagai tanda bahwa tidak ada pihak dari luar yang bisa intervensi,” kata mantan Menteri Pertahanan era pemerintahan Gus Dur ini. (Rojil NBA)
Foto: Dok. Humas MK/Wiwik BW