Menindaklanjuti perkara yang diajukan Ketua Komite Bangkit Indonesia (KKBI), Rizal Ramli, Kamis (26/2), Mahkamah Konstitusi (MK) gelar sidang perkara nomor 7/PUU-VII/2009 tentang uji Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan agenda Pemeriksaan Perbaikan Permohonan.
Rizal Ramli diwakili Kuasa Hukumnya Sirra Prayuna, S.H. dkk., mengajukan beberapa perbaikan permohonan berupa penambahan serta pengajuan saksi, di sidang yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi ini.
“Salah satu penambahan duduk perkara yang kami lakukan adalah menjelaskan bahwa Konsolidasi Pemuda dan Mahasiswa didanai dari kantung pribadi Pemohon (Rizal Ramli, red.),” jelas Sirra ketika ditemui usai persidangan.
Ia juga memaparkan bahwa pidato Rizal Ramli yang membahas mengenai sistem ekonomi neo liberalisme merupakan dasar dari penetapan status Rizal Ramli sebagai tersangka saat ini. “Padahal implikasi dari pidatonya itu belum terlihat di masyarakat. Oleh karena itu, kami menganggap bahwa Pasal 160 adalah pasal karet. Hal itu berdasarkan penilaian subyektif negara. Jadi, penguasa dengan subyektivitasnya dapat mengkriminalisasi orang,” papar Sirra.
Hal lain yang dilakukan Pemohon adalah menambahkan amar Putusan MK No. 6/PUU-V/2007 yang menjelaskan bahwa muatan pasal 160 dan pasal 161 KUHP juga diskriminatif. Hal ini, lanjut Sirra, karena memberikan keistimewaan yang sangat berlebihan untuk melindungi kepentingan pemerintah. “Hal itu bertentangan dengan prinsip equality before the law. Maka jelas bahwa Pasal 160 dan Pasal 161 KUHP membatasi dan melanggar HAM. Oleh karena itu, kami mohon kepada MK untuk mencabut Pasal 160 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tegas Sirra.
Rizal Ramli sebagai pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menghasut hingga mengakibatkan aksi anarkis dalam unjuk rasa kenaikan harga BBM pada Mei 2008. Ketua Komite Bangkit Indonesia ini dijerat dengan pasal 160 KUHP. (Lulu A.)
Foto: Dok. Humas MK/Wiwik BW