Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia demi memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah berwenang menarik pajak bagi masyarakat yang mampu dan berpenghasilan tinggi guna mewujudkanya.
Keterengan itu diucapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam sidang lanjutan uji materi UU 36/2008 tentang Perubahan Keempat atas UU 7/1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (26/02). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR serta keterangan saksi dan ahli.
Uji materi tersebut diajukan oleh Gustian Djuanda karena Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf g dirasa memberatkan beban hidup Pemohon. Bagi Pemohon, kecilnya fasilitas pengurangan pajak dan ketidakadilan dalam pembebanan pajak tidak secara eksplisit termuat dalam UU PPh.
Ahli dari pihak Pemohon, Hendra Kholid, menyatakan bahwa Pasal 9 terkait frasa “Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah” dapat menimbulkan tafsir ganda.
Melanjutkan keterangannya, Sri Mulyani menambahkan bahwa kata “kecuali” berada di depan kata “zakat” justru menjelaskan zakat sebagai unsur pengurang pajak penghasilan pada pasal tersebut. “Saya tidak menemukan siapa sebenarnya yang dirugikan dalam hal ini. Apakah Pemohon sendiri atau masyarakat luas,” katanya dengan nada bertanya.
Terkait masalah dalil Pemohon bahwa istri yang bekerja mendapatkan fasilitas penghasilan tidak kena pajak lebih besar daripada istri tidak bekerja, Mien Rachman Uno, saksi dari pemerintah, manyatakan hal itu tidaklah relevan apabila dikaitkan dengan kerentanan terhadap stress dan berpengaruh buruk terhadap keturunan. “Telah banyak istri yang bekerja namun kualitas anaknya tidak diragukan dalam hal fisik, tingkat emosi, maupun spiritual,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Sri Mulyani, dari PPh yang ditujukan kepada orang-orang yang mampu dan berpenghasilan tinggi akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat miskin supaya memperoleh pendidikan dan kesehatan yang layak. (Rojil NBA)
Foto: Dok. Humas MK/Andhini SF