190 siswa SMP Eka Wijaya, Cibinong, Bogor, melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/02). Didampingi empat guru, para murid ingin mengetahui lebih jelas tentang wewenang MK dan belajar untuk sadar berkonstitusi.
Rombongan diterima oleh Wiryanto, Kasubbag Registrasi Perkara. Mengawali pemaparannya, Wiryanto menerangkan bahwa MK dibentuk berdasarkan amanah Pasal 24C UUD 1945 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam UU 24/2003 tentang MK. “MK dibentuk dan didirikan pada tanggal 13 Agustus 2003,” katanya.
MK, lanjut Wiryanto, juga memiliki peranan penting dalam mendidik masyarakat untuk sadar berkonstitusi, salah satunya dengan menerbitkan buku berjudul “Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi”.
Dalam sesi tanya-jawab, Nathalia, salah seorang siswa, bertanya siapa yang memilih Ketua MK. “Saat ini Pak Mahfud adalah Ketua MK, bagaimana cara memilihnya dan setelah selesai masa jabatannya, bisakah diangkat lagi?” tanyanya.
Menjawab hal itu, Wiryanto menjelaskan bahwa Ketua MK dipilih dalam tiga tahun sekali. “Yang memilih Ketua MK adalah anggota Hakim MK yang berjumlah sembilan dalam proses pemilihan tertutup. Ketua MK dapat dipilih kembali dalam dua masa jabatan,” tandasnya.
Siswa yang lain, Rahma, tak mau kalah dan bertanya dengan antusias tentang bagaimana cara menguji undang-undang di MK. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan Rachel, yang mana, jika Ketua ataupun Hakim MK melanggar kewenangannya sebagai hakim dan ada yang menerima suap, “apakah bisa dipecat dan diganti?” tanyanya disambut tepuk tangan teman-temannya.
Wiryanto, selaku “guru sehari” bagi mereka, tersenyum sumringah karena pertanyaan-pertanyaan kritis itu. Menjawab Rahma, Wiryanto mencontohkan, UUD 1945 mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Apabila dalam salah satu pasal undang-undang tentang pendidikan memuat anggaran pendidikan hanya 18 persen, maka pasal dalam undang-undang tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945 dan merugikan hak konstitusi warga negara. “Hal tersebut bisa diujimaterikan ke MK,” paparnya.
Mengenai pelanggaran dan penyuapan hakim, Wiryanto melanjutkan bahwa apabila hal itu terbukti, maka hakim yang bersangkutan dapat dipecat. “Dan yang bisa melakukan itu adalah Dewan Kehormatan yang memiliki kewenangan untuk memeriksa dan membuktikan pelanggaran serta bukti penyuapan para Hakim Konstitusi,” urainya. (Rojil NBA)
Foto: Dok. Humas MK/Yogi Dj