Media massa cetak dan lembaga penyiaran memiliki kebebasan dalam mengatur dan memuat penayangan iklan kampanye. Demikian salah satu isi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan para Pemohon uji Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu) untuk seluruhnya.
Dalam Amar Putusan Perkara 32/PUU-VI/2008 yang dibacakan oleh Majelis Hakim, Selasa (24/2), di ruang sidang pleno MK, menyatakan Pasal 98 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) serta Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi. “Pasal-pasal di atas menyebabkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin UUD 1945,” ucap Ketua MK, Moh. Mahfud MD dalam konklusinya.
Pemohon pengujian UU Pemilu ini adalah para pemimpin redaksi (pemred) media cetak, yakni H.Tarman Azzam (Pemred Harian Terbit), Kristanto Hartadi (Pemred Sinar Harapan), Sasongko Tedjo (Pemred Suara Merdeka), Ratna Susilowati (Pemred Rakyat Merdeka), H. Badiri Siahaan (Pemred Media Bangsa), Marthen Selamet Susanto (Pemred Koran Jakarta), H. Dedy Priswanto (Pemred Warta Kota), dan H. Ilham Bintang (Pemred Cek & Ricek).
Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers tidak lagi bisa menjatuhkan sanksi yang sebagaimana sebelumnya dinyatakan dalam Pasal 98 ayat (2), “Dalam hal terdapat bukti pelanggaran atas ketentuan dalam Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
Komisi Pemilihan Umum (KPU), menurut Tarman Azzam juga tidak lagi bisa sewenang-wenang. “Keputusan ini menunjukkan cara berpikir para Hakim Konstitusi sangat maju. Di samping itu, dikabulkannya permohonan kami, akan membuat KPU tidak lagi bisa seenaknya membredel media massa, karena memang itu bukan kewenangannya,” tuturnya dalam jumpa pers pasca sidang.
Pengajuan uji materi UU ini juga dilandasi adanya pembatasan iklan kampanye dalam Pemilu sebagaimana diatur Pasal 93 ayat (3) dan ayat (4), juga Pasal 94 ayat (1), yaitu “Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menjual blocking segmen atau blocking time untuk kampanye Pemilu”. Di samping itu, Pasal 94 ayat (2) dan (3) tentang pelarangan menjual spot iklan juga dianggap bertentangan dengan kebebasan berekspresi warga negara. (Yazid)
Foto: Dok. Humas MK/Annisa L