Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak untuk seluruhnya permohonan perkara Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 tentang uji materi Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres), Rabu (18/02), di ruang sidang pleno MK.
Saurip Kadi ialah Pemohon perkara 51/PUU-VI/2008, Partai Bulan Bintang sebagai Pemohon perkara 52/PUU-VI/2008, dan gabungan partai yang terdiri dari Hanura, PDP, PIS, Partai Buruh, PPRN, dan RepublikaN sebagai Pemohon Perkara 59/PUU-VI/2008.
Pemohon menganggap Pasal 3 ayat (5) UU Pilpres yang menentukan pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak serentak dengan pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.
Sedangkan, Pasal 9 UU Pilpres yang mensyaratkan Partai atau Gabungan Partai yang mempunyai 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen suara sah dalam pemilu adalah rumusan pasal yang sangat diskriminatif dan mematikan kesempatan untuk diusulkan oleh Partai atau Gabungan Partai dan penerapannya menimbulkan ketidakadilan.
Amar Putusan MK yang dibacakan oleh Ketua MK, Moh. Mahfud MD, menegaskan bahwa Pasal 3 ayat (5) UU Pilpres merupakan cara atau persoalan prosedural. Pengalaman yang telah berjalan adalah Pilpres dilaksanakan setelah Pemilu DPR, DPD, dan DPRD (Pileg) karena Presiden dan wakilnya dilantik oleh MPR sesuai Pasal 3 ayat (2) UUD 1945, “sehingga pemilu DPR, DPD, dan DPRD didahulukan untuk dapat membentuk MPR,” ucap Mahfud.
Begitu juga dengan Pasal 9 UU Pilpres tidaklah bertentangan dengan UUD 1945. “Syarat Perolehan suara 20 persen dari kursi DPR dan 25 persen suara sah nasional pemilu DPR tidak bertentangan dengan Pasal 6A ayat (5) UUD yang menentukan tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang,” lanjut Mahfud dalam pembacaan putusannya.
Syarat dukungan 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara sah nasional, menurut MK, merupakan dukungan awal. Dukungan yang sesungguhnya akan ditentukan oleh hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kelak oleh rakyat melalui parpol yang telah memperoleh dukungan tertentu melalui Pemilu.
Dalam sidang pembacaan putusan ini, terdapat tiga Hakim Konstitusi yang memiliki pendapat berbeda yakni Abdul Mukthie Fadjar, Maruarar Siahaan, dan Akil Mochtar. Ketiga hakim tersebut berpendapat bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dapat dilakukan serentak dengan pemilihan DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana secara implisit terkandung dalam pasal 22E ayat (2) UUD 1945. (Rojil NBA)
Foto: Dok. Humas MK/Ardli N