Ketua Komite Bangkit Indonesia (KBI), Rizal Ramli, meminta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus Pasal 160 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Demikian permohonan Sirra Prayuna, S.H. dkk., Kuasa Hukum Rizal, di hadapan Majelis Panel Hakim Konstitusi pada sidang pemeriksaan pendahuluan perkara yang diregistrasi 2 Februari 2009 dengan Nomor 7/PUU-VII/2009, Kamis (12/2), di gedung MK.
Pemohon meminta MK mengabulkan dan menyatakan Pasal 160 KUHP bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, “serta menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Sirra membacakan petitum permohonan.
Rizal yang juga telah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden menganggap rumusan Pasal 160 KUHP sangat bertentangan dengan asas kepastian hukum karena tidak memberikan batasan yang tegas tentang kategori menghasut, sehingga menimbulkan bias dan multitafsir. Selain itu, sebagai aktivis dan politisi, Rizal juga menilai pasal a quo berdampak merusak nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia dengan mencederai hak konstitusionalnya untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
“Rumusan pasal a quo merupakan pasal karet atau haatzai artikelen yang dapat digunakan oleh penguasa untuk membungkam lawan politiknya,” ucap Erman Umar, Kuasa Hukum Rizal Ramli lainnya.
Pasal 160 KUHP menyatakan sebagai berikut:
“Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan atau supaya jangan menurut peraturan undangundang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda Rp. 4500,-.”
Putusan Provisi
Selain meminta MK membatalkan Pasal 160 KUHP, Rizal juga mengajukan permohonan putusan provisi kepada Majelis Hakim Konstitusi terkait proses pemeriksaan oleh kepolisian yang saat ini sedang dijalaninya. Rizal meminta agar MK memerintahkan penghentian proses hukum pemeriksaan perkara pidana atas dirinya, baik pada tingkat Penyidikan, Kejaksaan dan/atau Peradilan hingga dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan yang diajukan Pemohon dalam perkara a quo.
Sejak 5 Januari 2009, Rizal telah ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan menghasut hingga mengakibatkan terjadinya tindak anarkis dalam unjuk rasa kenaikan harga BBM pada Mei 2008. Mantan menteri era Gus Dur itu, oleh penyidik dikenai Pasal 160 KUHP.
Menanggapi permohonan tersebut, anggota Majelis Panel, Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar, menyarankan agar Pemohon mempelajari putusan-putusan MK yang memiliki kaitan dengan pasal-pasal haatzai artikelen di KUHP. Untuk itu, Majelis Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi memberi kesempatan selama 14 hari kepada Pemohon guna memperbaiki permohonan. [ardli]
Foto: Dok. Humas MK/Wiwik BW