Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, permohonan Bambang Sugeng Irianto terkait pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak dapat diterima. Hal tersebut disampaikan dalam sidang pengucapan putusan perkara 42/PUU-VI/2008, Kamis (29/1), di ruang sidang MK.
Bambang mempermasalahkan konstitusionalitas Pasal 356 ke-1 KUHP yang berbunyi, “Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, Pasal 353, Pasal 354, dan Pasal 355 dapat ditambah dengan sepertiganya: ke-1, bagi yang melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapaknya yang sah, isterinya, atau anaknya”, diantaranya, karena dirinya telah disidik oleh Penyidik Polresta Kediri dan telah dituntut oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kediri berdasarkan pasal tersebut. Menurut Bambang, seharusnya yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali.
Menurut MK, dalam hal ada ketentuan khusus dan ada ketentuan umum, memang yang dipergunakan adalah ketentuan khusus (asas lex specialis derogat legi generali). Selain itu, dikenal juga asas lex posterior derogat legi priori, yang berarti hukum baru mengesampingkan hukum yang lama. Akan tetapi, bagi MK, kedua asas tersebut berkaitan dengan penerapan hukum oleh instansi yang berwenang bukan masalah konstitusionalitas norma, sehingga MK tidak berwenang menilainya.
”Materi permohonan Pemohon adalah berkaitan dengan penerapan hukum dalam perkara pidana yang merupakan wewenang peradilan di bawah lingkungan Mahkamah Agung, dan tidak dapat dinilai oleh Mahkamah, ” ucap Ketua Sidang, Hakim Konstitusi A. Mukthie Fadjar, membacakan Konklusi Putusan.
Dengan demikian, menurut MK, kerugian Bambang Sugeng Irianto bukan merupakan kerugian konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sehingga permohonan tidak dapat diterima. (Luthfi Widagdo Eddyono)
Foto: Dok. Humas MK/Yogi Dj