“Kewenangan Dewan Pers bersama KPU untuk mencabut izin penerbitan media cetak, bertentangan dengan fungsinya,“ berikut disampaikan Ahli Hukum Pers Drs.H.Kamsul Hasan, S.H tentang Pasal 99 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 (UU Pemilu) dalam sidang pengujian UU tersebut di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Kamis (22/1).
Kamsul menjelaskan, UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) mengamanatkan bahwa Dewan Pers berfungsi melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain. “Bukan malah mem-bredel,“ tegasnya.
Kamsul pun menjelaskan dirinya setuju dengan prinsip keadilan bagi semua peserta pemilu dalam berkampanye. Namun, ia tidak setuju dengan adanya sanksi berupa pencabutan izin penerbitan ini. “Sebenarnya ketika UU Pers dibentuk, dengan semangat reformasi UU ini sudah menyingkirkan lembaga-lembaga yang memungkinkan adanya pembredelan. Media cetak sekarang ini tidak memerlukan izin. Berbeda dengan media audio visual yang membutuhkan izin penyiaran dan penggunaan spektrum udara. Jadi, izin apalagi yang mau dicabut?,“ retorik Kamsul.
Merespon hal ini, Kuasa Hukum DPR Pataniari Siahaan menyatakan pencabutan izin itu hanyalah alternatif hukuman. “Itu hanya alternatif, sejauh pelanggarannya dianggap sangat berat. Kalau tidak diancam hukuman, bisa-bisa semua melanggar. Sanksi itu kan hanya berlaku kalau peraturan dilanggar,“ jelas Pataniari. Ia juga mengingatkan, dampak politik iklan kampanye ini sangat besar. Iklan ini akan menentukan juga siapa yang akan terpilih menjadi pemimpin bangsa. Karena itu harus diatur spesial, tidak hanya mengandalkan UU Pers. (Kencana Suluh Hikmah)
Foto Dokumentasi Humas MK (Andhini)