Mahkamah Konstitusi (MK) menguji Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) terhadap UUD 1945 yang dimohonkan oleh Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo sebagai perorangan warga negara Indonesia, Senin (22/12), di ruang sidang MK.
Para Pemohon perkara No. 58/PUU-VI/2008 ini menerangkan bahwa Pasal 1 angka 11 dan 12, Bab VII Restrukturisasi dan Privatisasi yang terdiri dari Pasal 75 hingga Pasal 86 UU BUMN, dikaitkan dengan kondisi perekonomian masyarakat saat ini, tidak memungkinkan bagi Pemohon mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan BUMN dengan harga relatif murah dan terjangkau bagi semua kalangan masyarakat. Oleh karenanya, Pemohon menilai pasal-pasal a quo bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 33 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Terhadap permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Akil Mochtar, dalam nasihatnya meminta para Pemohon menjelaskan secara rinci kerugian konstitusional apa saja yang dialami akibat diberlakukannya UU a quo. “Apakah Pemohon dirugikan jika menggunakan fasilitas BUMN seperti listrik dan angkutan umum?” tanya Akil.
Akil juga meminta Pemohon menjelaskan pertentangan norma antara tiap-tiap pasal yang dimohonkan pengujian terhadap pasal-pasal di dalam UUD 1945. “Apakah privatisasi merugikan hak konstitusional Pemohon ataukah juga merugikan bagi BUMN yang bersangkutan, karena sebenarnya ada syarat-syarat tertentu bagi BUMN untuk diprivatisasi,” lanjut Akil.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi menyarankan Pemohon memakai kuasa hukum untuk beracara di MK supaya bisa tersusun alasan hukum yang tepat yang bisa menjelaskan hak-hak kerugian konstitusional apa saja yang dialami termasuk menjelaskan pertentangan norma antara UU BUMN terhadap UUD 1945. “Kami beri kesempatan bagi anda (Pemohon) untuk memperbaiki permohonan atau mencabut permohonan,” kata Akil sebelum menutup persidangan. (Wiwik Budi Wasito)
Foto: Dok. Humas MK/Denny Feishal