Kinerja Komisi Pemilihan Umum Tapanuli Selatan (KPU Tapsel) diragukan karena dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, khususnya Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37. Selain itu, Ketua KPU Tapsel juga sering mengeluarkan putusan maupun kebijakan sepihak yang tidak didasarkan kesepakatan bersama dari empat anggotanya, seperti penetapan jadwal pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) yang tidak didasarkan rapat pleno, pencetakan jumlah surat suara, penetapan jumlah pemilih, dan pencairan dana operasional pemilukada yang diputuskan sepihak.
Keterangan tersebut diungkap oleh saksi Pemohon yang merupakan salah satu anggota KPU Tapsel, Fitri Lenni Wati Harahap, pada sidang sengketa hasil Pemilukada Kabupaten Tapsel, Senin (22/12), di ruang sidang MK. Perkara Nomor 55/PHPU.D-VI/2008 ini diajukan oleh pasangan Nomor Urut 2 Rahmad Pardamean Hasibuan-Aminusin M Harahap alias “Ramah”. Termohon perkara ini ialah KPU Tapsel.
Selain pelanggaran-pelanggaran di atas, lanjut Fitri, KPU Tapsel juga tidak memberikan surat model C-KWK kepada saksi-saksi. “Di antara 428 TPS yang ada, banyak saksi-saksi mandat dari Pemohon tidak menerima model C-KWK yang merupakan haknya,” ungkap Fitri.
Terhadap keterangan Fitri ini, Ketua KPU Tapsel, Mustar Edi Hutasuhut membantah. “Kami semua sebenarnya pleno, tapi tidak formal, mereka (termasuk Fitri) ikut kok, dan mereka setuju. Semua yang dikatakannya itu tidak benar,” tegasnya.
Mustar menambahkan, tuduhan yang disampaikan kepada pihaknya mengenai perubahan Daftar Pemilih tetap (DPT) dan pencetakan surat suara sebenarnya telah dilakukan sesuai prosedur. “Saya tidak pernah, sekalipun tidak pernah, mengubah DPT,” lanjutnya.
Sidang ini dijadwalkan berakhir Rabu (07/01/09) dengan agenda Pembacaan Putusan. (Andhini Sayu Fauzia)
Foto: Dok. Humas MK/Wiwik BW