Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Moh Mahfud MD memberikan ceramah pada acara pembukaan Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN dan HAN) se-Indonesia yang diselenggarakan di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Departemen Hukum dan HAM RI, Jumat (5/12), di Depok.
Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) telah banyak melahirkan para pejabat tinggi negara diantaranya Ketua MK Prof. Dr. Moh Mahfud MD, Mantan Ketua MK Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H, Mantan Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H., M.C.L., Hakim Konstitusi Prof. Dr. Maria Indrati, S.H., M.H., Wakil Ketua MK Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S., dan Mantan Sektretaris Negara Yusril Ihza Mahendra.
Dalam ceramahnya, Mahfud mengatakan bahwa MK lahir dari gagasan dan produk APHTN dan HAN ini dianggap sebagai sebuah kemajuan yang besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selain itu, Mahfud juga menjelaskan kembali putusan MK atas sengketa pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Jawa Timur yang mana terbukti secara sistematis, terstruktur, dan masif, telah terjadi kecurangan yang dilakukan oleh aparat setempat.
Menurut Mahfud, MK tidak bisa hanya mengadili sengketa pemilukada secara kuantitatif namun juga harus diperhatikan nilai substantif keadilannya, karena MK ialah interpreter konstitusi, âdan putusan-putusan yang diambil oleh MK bisa dipertanggungjawabkan dari sisi akademis dan juga hukum,â papar Guru Besar Ilmu Politik Hukum ini.
Mahfud kembali berpesan agar aparat terkait tidak melakukan kecurangan dalam pemilu ulang di Jatim yang akan datang karena bisa merusak demokrasi. Pasca putusan pemilukada Jatim, âMK sudah berkoordinasi dengan KPU supaya menjamin bahwa tidak akan ada lagi kecurangan-kecurangan dalam pemilukada ke depan,â jelasnya.
Dalam dialog,. Mahfud juga menjelaskan bahwa MK tidak memiliki wewenang untuk mengubah undang-undang, tetapi hanya bisa memutuskan mengabulkan, tidak dapat menerima, atau menolak pengujian, âkarena untuk mengubah undang-undang bukanlah ranah (kewenangan) MK,â katanya. (Irli Karmila & Prana Patrayoga)
Foto: Dok. Humas MK/Yoga Adiputra