Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU PN) terhadap UUD 1945, Kamis (4/12), pukul 11.00 WIB di ruang sidang panel gedung MK, dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.
Perkara dengan nomor registrasi 46/PUU-VI/2008 ini dimohonkan oleh Tedjo Bawono (62). Pemohon yang tinggal di Kota Surabaya, Jawa Timur, ini merupakan pemenang gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap aset yang diklaim oleh Pemerintah Kota Surabaya sebagai milik negara berupa kolam renang (Brantas-red).
Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut :
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
c. barang bergerak milik egara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Pemohon menganggap pemberlakuan pasal a quo telah bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Pemberlakuan pasal a quo, menurut Pemohon bertentangan dengan norma-norma konstitusi karena memberikan perlindungan kepada Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Walikota Surabaya untuk tidak mematuhi Putusan PN Surabaya.
Padahal menurut Pemohon, PN Surabaya telah memberikan Putusan yang bunyinya, âMenghukun para Tergugat I (Walikota Surabaya) dan Tergugat II (hari Sasono) secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada Pemohon sebesar Rp. 890.000.000,- yang bertambah terus terhitung sejak bulan Juni 2000 sampai Kolam renang Brantas dapat dikuasai dengan bebas oleh Penggugat, perbulan sebesar Rp.20.000.000,-â
Selain itu, oleh karena obyek yang diminta sita eksekusi merupakan hak kebendaan milik Negara/Daerah, maka sesuai Pasal Nomor 50 UU PN, atas obyek tersebut tidak dapat disita. Pemohon menilai pasal ini diskriminatif. âMengapa hanya aset perseorangan saja yang dapat disita namun aset negara tidak dapat?â tanya Tedjo menekankan.
Terhadap permohonan ini, Anggota Panel Hakim Arsyad Sanusi meminta Pemohon memperbaiki permohonannya. Arsyad menjelaskan bahwa UU a quo sudah ada sejak dulu dan apabila pasal yang diuji itu dihapus, semua aset negara bisa saja berpindah tangan dan diperjualbelikan. Sedangkan, Hakim Panel Abdul Mukthie Fadjar menasihati Pemohon supaya didampingi kuasa hukum. (Andhini Sayu Fauzia)
Foto: Dok. Humas MK/Denny Feishal