Mahkamah Konstitusi (MK) gelar sidang kedua sengketa Pemilukada Provinsi Jawa Timur (Jatim) yang diajukan oleh pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono (Kaji), Rabu (19/11), di ruang sidang pleno MK. Perkara No. 41/PHPU.D-VI/2008 ini mengagendakan mendengar jawaban termohon (KPU Jatim), pihak terkait pasangan Soekarwo dan Syaifullah Yusuf (Karsa), dan pemeriksaan saksi-saksi dari Pemohon.
Sebelum Termohon mengemukakan jawabannya, pihak Pemohon melalui Kuasa Hukumnya, Andi Muhammad Asrun, membacakan ringkasan perbaikan permohonan. Andi mengungkapkan adanya pelanggaran pemilukada di tujuh daerah Jatim, antara lain, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Gading Kabupaten Probolinggo, dan Kecamatan Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi.
Pelanggaran-pelanggaran itu, antara lain berupa, rekapitulasi penghitungan di tingkat kecamatan yang didasarkan pada rekapitulasi tingkat desa/kelurahan padahal seharusnya per TPS, adanya selisih hasil penghitungan suara antara Tim Kaji dan KPU, pelanggaran prosedur, pengurangan dan penggelembungan suara.
Selain itu, dalam perbaikannya, berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan dari Pemohon, pasangan Kaji memperoleh 7.654.742 suara dan pasangan Karsa meraih 7.632.281 suara. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta MK menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; menyatakan tidak sah dan batal demi hukum Keputusan KPU Jatim Nomor 30 Tahun 2008, 11 Nopember 2008 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jatim Tahun 2008 Putaran II, atau setidak-tidaknya menyatakan tidak sah dan batal demi hukum hasil penghitungan ulang di Kabupaten Pamekasan, Kecamatan Dagangan di Kabupatan Madiun, juga di Kecamatan Ngetos Desa Kepel, Kecamatan Baron Desa Jambi, Kecamatan Nggrogot Desa Trayang di Kabupaten Nganjuk, serta Desa Mojolegi, Desa Wangkal, Desa Prasi dan Desa Dandang di Kabupaten Probolinggo, dan Kecamatan Banyuwangi di Kabupaten Banyuwangi; menetapkan hasil penghitungan suara Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Jatim Tahun 2008 sesuai versi Pemohon; dan menyatakan dan menetapkan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur pasangan Kaji sebagai pasangan calon terpilih dalam Pemilukada Provinsi Jatim Tahun 2008 Putaran II.
Terhadap kata âhasil penghitungan ulangâ yang tercantum dalam petitumnya, Andi M. Asrun mengkoreksinya dengan mengucapkan, âmaksud kami, hasil penghitungan suara.â
Sementara itu, dalam jawabannya, KPU Jatim meminta MK menolak permohonan Pemohon karena telah mengubah hasil perolehan suara sebagaimana tertera di permohonan awal yang menyatakan pasangan Kaji memperoleh 7.595.199 suara dan Karsa mendapatkan 7.573.680 suara kemudian diubah dalam perbaikan permohonannya. âSelain itu, MK tidak berwenang mengadili pelanggaran-pelanggaran pemilu selain perselisihan suara,â papar Kuasa Hukum Termohon.
Usai mendengar jawaban Termohon, didengar pula tanggapan dari Pihak Terkait Pasangan Karsa yang diwakili oleh Kuasa Hukumnya Trimulya Suryadi dan Todung Mulya Lubis. Dalam tanggapannya, Trimulya memprotes koreksi yang diucapkan oleh Pemohon dalam petitumnya yang mengubah kalimat âhasil penghitungan ulangâ menjadi âhasil penghitungan suaraâ sebagaimana diucapkan dalam persidangan ini. âPemohon sudah diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan. Apalagi, ada perbedaan mendasar atas pengertian penghitungan ulang dan penghitungan suara,â jelas Trimulya.
Trimulya, menanggapi berdasarkan perbaikan permohonan tertulis, meminta MK mempersilakan Pemohon membuktikan terlebih dulu bahwa telah terjadi penggelembungan penghitungan ulang. âJika tidak ada penghitungan ulang, bagaimana MK bisa memutus membatalkan penghitungan ulang manakala penghitungan ulang itu tidak pernah terjadi?â tanya Trimulya.
turut menambahkan, Todung Mulya Lubis menganggap permohonan kabur karena terminologi yang digunakan, yaitu pelanggaran, bukanlah termasuk terminologi yang digunakan MK karena MK hanya berwenang memeriksa sengketa hasil penghitungan suara. âPelanggaran dalam pemilukada mungkin terjadi tapi penanganannya ada di tangan panitia pengawas. Dari data yang kami peroleh, pihak Pemohon tidak pernah melaporkan keberatan ke Termohon,â ungkap Todung.
Menanggapi keberatan Pihak Terkait, Andi M. Asrun meminta MK menerima koreksi tersebut, âkarena kalau baca kalimat harusnya konteksnya juga diperhatikan. (untuk pembuktian) kami akan crosscheck dari data di KPU,â tandas Asrun.
Komitmen terhadap Putusan MK
Pada persidangan ini, Majelis Panel Hakim Konstitusi yang dipimpin Maruarar Siahaan mengingatkan para pihak bahwa persidangan ini dalam rangka mencari kebenaran materiil supaya nanti masing-masing pihak berkomitmen menerima hasil putusan MK.
Menanggapi hal ini, Pemohon Prinsipal, Khofifah Indar Parawansa, berharap proses pemilukada Jatim akan diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia khususnya warga Jatim. Proses demokrasi ini, ujar Khofifah, adalah jalan untuk mendapatkan suksesi kepemimpinan yang jujur, adil, dan bersih. âOleh karena itu, ketika kami bersama tim mengajukan persoalan ini ke MK, kami berharap bahwa dari berbagai bukti fakta lapangan yang kami dapatkan, kami akan mendapatkan keadilan di MK dan kita akan mendapatkan proses demokrasi ke depan yang bersih, jujur, dan adil.â kata Khofifah.
Pihak Terkait Prinsipal, Soekarwo, mengatakan bahwa demokrasi dibangun berdasarkan peraturan perundang-undangan dan semua orang harus tunduk dengan peraturan yang ada. Demokrasi, lanjut Soekarwo, harus berbanding lurus dengan kepatuhan hukum. âKepada seluruh masyarakat Jawa Timur, mari kita ikuti keputusan MK ini. Keputusan apapun yang diambil MK adalah keputusan final yang harus kita turut, dan kita harus legowo terhadap keputusan yang diambil MK,â pesan Soekarwo.
Turut berbicara, Ketua KPU Jatim, Wahyudi Purnomo, menyatakan bahwa persidangan ini sangat penting dan strategis untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa KPU Jatim telah bekerja sesuai prosedur, sesuai dengan prinsip-prinsip umumnya bahwa, âKPU adalah lembaga yang netral, yang professional, yang tetap, dan mandiri.â tegas Wahyudi.
Pada persidangan ini, Pemohon meminta diadakan pemeriksaan Ahli dan Saksi. Namun, pihak yang lain keberatan karena prinsipnya persidangan ini hanya memeriksa pembuktian perselisihan suara. Oleh karena itu, sidang kali ini hanya memeriksa saksi-saksi dari Pemohon yang berjumlah 21 orang. (Wiwik Budi Wasito)
Foto: Dok. Humas MK/Wiwik BW