Para Pemimpin Redaksi (Pemred) media cetak, melalui perkara No. 32/PUU-VI/2008, mengajukan uji UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu), Rabu (19/11), di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon tersebut, antara lain, Pemred Harian Terbit Tarman Azzam, Pemred Harian Sinar Harapan Kristanto Hartadi, Pemred Harian Suara Merdeka Sasongko Tedjo, Pemred Harian Rakyat Merdeka Ratna Susilowati, Pemred Media Bangsa Badiri Siahaan, Pemred Harian Koran Jakarta Marthen Selamet Susanto, Pemred Harian Warta Kota Dedy Pristiwanto, Pemred Tabloid Cek dan Ricek Ilham Bintang. Mereka memberikan kuasa khusus kepada Torozatulo Mendrofa, SH, Advokat dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum PWI Pusat.
Dalam permohonannya, para Pemohon merasa sangat berkepentingan dengan pasal-pasal yang tercantum di dalam UU Pemilu khususnya yang mengatur tentang iklan kampanye, antara lain, Pasal 93 ayat (3), Pasal 93 ayat (4), Pasal 94 ayat (1), Pasal 94 ayat (2), Pasal 94 ayat (3), Pasal 95 ayat (1), Pasal 95 ayat (2), Pasal 5 ayat (3), Pasal 95 ayat (4), Pasal 96 ayat (4), Pasal 96 ayat (5), Pasal 96 ayat (6), Pasal 96 ayat (7), Pasal 97, Pasal 98 ayat (1), Pasal 98 ayat (2), Pasal 98 ayat (3), Pasal 98 ayat (4), Pasal 99 ayat (1), Pasal 99 ayat (2).
Menurut para Pemohon, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28F, Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28J ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan juga bertentangan dengan Pasal 1 butir 1, 2, 8; Pasal 2, Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 huruf a, Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 13, Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 17 ayat (2), Pasal 18 ayat (1) Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Di pasal-pasal yang dimohonkan tersebut, para Pemohon utamanya mempermasalahkan klausula yang tercantum dalam Pasal 93 ayat (3) yang menyatakan media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib memberikan kesempatan yang sama kepada Peserta pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye. Menurut Pemohon, ketentuan tersebut tidak menjelaskan bagaimana solusinya jika ada peserta kampanye yang tidak mempunyai uang atau tidak ada pihak yang mau bekerjasama dalam bentuk iklan layanan masyarakat dengan peserta kampanye yang bersangkutan, sementara undang-undang mewajibkan pelaku media memberikan kesempatan yang sama. Padahal harus diketahui bahwa iklan adalah sumber pembiayaan berlangsungnya perusahaan pers.
Dianggap lebih tragis lagi, apabila Pemohon tidak memenuhi kewajiban tersebut, maka Pemohon terancam oleh sanksi di Pasal 99 huruf f: pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak. Sanksi ini, menurut Pemohon, bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 dan UU Pers.
Untuk itu, dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK membatalkan keberlakuan pasal-pasal yang dimohonkan pengujian di atas.
Terhadap permohonan ini, Ketua Panel Hakim Maria Farida Indrati meminta Pemohon memperbaiki permohonannya. Maria menjelaskan bahwa wewenang MK ialah menguji undang-undang terhadap UUD bukannya undang-undang terhadap undang-undang. Sedangkan, Hakim Anggota Panel Abdul Mukthie Fadjar meminta Pemohon, dalam perbaikannya, mencantumkan argumentasi hukum yang jelas dan tepat untuk tiap-tiap pasal yang dimohonkan. Pemohon, kata Mukthie, harus bisa menjelaskan, âmengapa memberikan perlakuan yang sama kepada para peserta pemilu (untuk berkampanye lewat media) dianggap inkonstitusional?â
Sebelum menutup persidangan, Maria mengingatkan Pemohon untuk menyerahkan perbaikan permohonannya sebelum habis masa 14 hari kerja. (Wiwik Budi Wasito)
Foto: Dok. Humas MK/Ardli N