Rabu, 29 Oktober 2008 | 01:58 WIB
Makassar, Kompas - Forum Komunikasi Ombudsman Daerah berencana mengajukan judicial review atau peninjauan kembali terhadap Pasal 6 dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Pertimbangannya, kedua pasal tersebut mendelegitimasi lembaga ombudsman daerah.
Wakil Ketua Ombudsman Daerah Kalimantan Timur Hendry A Nahan dalam jumpa pers delapan lembaga ombudsman daerah di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (28/10), mengatakan, rencana pengajuan judicial review itu merupakan kesepakatan Rapat Koordinasi Nasional Ombudsman Daerah yang berlangsung kemarin.
âSebelum Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008 disahkan, secara de facto telah berdiri delapan lembaga ombudsman daerah. Lembaga tersebut dibentuk oleh pemerintah daerah untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik,â kata Hendry menjelaskan.
Kedelapan lembaga ombudsman daerah dimaksud adalah Ombudsman Daerah Kabupaten Asahan, Komisi Ombudsman Daerah Bangka, Ombudsman Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, Lembaga Ombudsman Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ombudsman Swasta Provinsi DIY, Ombudsman Kota Makassar, Komisi Pelayanan Publik Provinsi Jawa Timur, dan Ombudsman Kota Pangkalpinang.
Menurut Ketua Ombudsman Swasta Provinsi DIY Ananta Heri Pramono, kelemahan utama UU No 37/2008 adalah menyentralisasi kewenangan pengawasan pelayanan publik di daerah kepada Komisi Ombudsman Nasional (KON). âPerwakilan KON di daerah nantinya bukan terdiri dari komisioner, tetapi hanya kepala kantor yang kewenangannya terbatas. Dengan demikian, perwakilan tidak bisa menyelesaikan laporan masyarakat. Itu menghilangkan kemudahan akses bagi masyarakat untuk melaporkan masalah pelayanan publik di daerah,â katanya. (ROW)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/10/29/01581141/dua.pasal.uu.ombudsman.dinilai.bermasalah
foto: Dok. Humas MK