Pada telewicara dengan Walikota Bukittinggi, Sumatera Barat, H. Djufri, Kamis (16/10), Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD, mengatakan MK membatalkan suatu undang-undang (UU) bukan karena kelalaian para penyusun UU di DPR, namun lebih pada prosesnya. âDalam pembuatan aturan, sering terjadi perselingkuhan (politik) baik antar anggota dewan sendiri maupun dengan eksekutif,â katanya.
Guru Besar Politik Hukum ini menegaskan, sembilan Hakim Konstitusi berkomitmen akan menghadang semua upaya âperselingkuhanâ di DPR RI karena pembuatan UU masuk dalam proses politik. Memang, ujar Mahfud, para penyusun UU adalah orang-orang politik dengan kepentingan beragam. Agar terjadi kesepakatan maka yang ada ialah tawar menawar dan negosiasi.
âKalau produknya salah karena selingkuh, kita akan batalkan. Di negara lain juga ada MK-nya untuk menghadang kepentingan politik yang tidak sesuai dengan aturan yang ada,â lanjut Mahfud.
Dicontohkannya, saat membatalkan Pasal 360 dalam UU No 10/2008 tentang Pemilihan Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, asal pasal itu adalah pertentangan fraksi-fraksi di DPR RI soal Parliamentary Treshold (PT).
Fraksi-fraksi besar ingin menetapkan PT 2,5 persen namun partai kecil yang duduk di Senayan menolaknya. Agar tercapai kesepakatan dibuatlah Pasal 360 yang menyatakan partai-partai kecil yang memiliki anggota di Senayan bisa langsung ikut pemilu 2009 tanpa mengubah nama. Padahal, jelas Mahfud, banyak partai lain yang memiliki suara lebih banyak namun tidak memiliki kursi karena suaranya tersebar di seluruh Indonesia. âAkhirnya MK membatalkan pasal itu dan membolehkan semua partai peserta pemilu 2004 untuk ikut pemilu 2009,â paparnya.
Saat itu, banyak yang protes keputusan MK ini. Pasalnya, dikeluarkan saat proses verifikasi partai politik sedang berlangsung. Padahal, menurut Mahfud, putusan itu sudah super cepat. Diambil hanya dua hari setelah semua berkas pemohon lengkap. âLalu saya katakan masalah jadwal bukan urusan MK. Itu tugasnya KPU dan pemerintah. MK melihat dari konstitusinya,â tegas Mahfud.
Telewicara yang diadakan di Perpustakaan Proklamator Bung Hatta tersebut tidak saja dihadiri jajaran pemerintah daerah, tetapi juga DPRD Sumatera Barat, Pimpinan Perguruan Tinggi, dan unsur Muspida lainnya.
Mendapatkan Gelar
Dalam kesempatan tiga hari mengunjungi Provinsi Sumatera Barat, Jumat (17/10), Moh. Mahfud MD mendapat gelar âAngku Majo Sadeoâ dari rakyat Nagari Magek yang terletak di Kabupaten Agam.
Gelar tersebut berarti seorang penasihat yang memiliki buah pikiran yang bermanfaat. Oleh karena itu, Mahfud MD diharapkan dapat menjadi seorang penasihat yang baik bagi kemajuan rakyat Nagari Magek. (Andhini Sayu Fauzia)
Foto: Dok. Humas MK/Andhini SF