Mahkamah Konstitusi (MK) memprediksi sengketa Pemilu 2009 bakal lebih banyak dibanding Pemilu 2004. Selain peserta Pemilu lebih banyak, aturan baru seperti parliamentary treshold dan penentuan perolehan kursi berdasarkan perolehan suara 30 persen dari bilangan pembagi pemilih (BPP) juga akan memancing perkara di antara partai dan calon legislatif. Hal ini disampaikan Ketua MK, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD pada orasi ilmiahnya dalam Dies Natalis Universitas Andalas yang ke-52, Kamis (16/10), di Padang.
Mahfud juga mengatakan MK sudah mengantisipasi banyaknya perkara sengketa pemilu 2009 nanti. Hukum acaranya juga sudah dibuat sejak Pemilu 2004 lalu dan terbukti sukses. Untuk antisipasi di Pemilu 2009 MK juga sudah merencanakan sidang jarak jauh dan bekerja sama dengan 34 Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia sebagai penyelenggara.
âSudah ada di 34 kota dan akan kita resmikan sekitar bulan Desember. Jadi kalau ada kasus dari mana saja, sidangnya, ya di Unand saja. Agar sah nanti kita atur hukum acaranya. Kalau harus berhadapan langsung kapan majunya. Kalau masih konservatif, rechstaat-nya harus begini dan begitu, ya enggak maju-maju. Di negara lain, itu biasa saja,â tukas Mahfud.
Sistem suara terbanyak yang kini dianut sebagian besar parpol juga memancing potensi konflik. Namun MK dengan tegas mengatakan hanya menangani perkara yang menyangkut sengketa penghitungan suara saja. âKalau ada yang menyatakan penghitungan itu tidak benar, itu yang akan kita buktikan. Kita tidak menangani pertengkaran seperti itu (sistem suara terbanyak),â ujarnya.
Dalam orasi ilmiah yang dihadiri ribuan mahasiswa dan dosen itu, Mahfud juga menegaskan MK siap membatalkan setiap produk hukum yang ditetapkan berdasarkan perselingkuhan DPR dan pemerintah, seperti soal usia pensiun hakim agung yang dirumuskan 70 tahun dalam RUU MA, maupun UU BI yang diduga sarat praktik suap dan banyak disorot publik akhir-akhir ini.
Namun ia juga meminta pihak-pihak yang mengajukan judicial review tidak asal-asalan tetapi harus disertai bukti yang kuat. âJangan sembarangan mengajukan. Harus ada bukti-bukti yang kuat karena kita juga banyak kerjaan. Kalau ada bukti kuat saya akan buktikan itu bisa,â tegasnya.
Mahfud mengungkapkan, dalam konteks pengajuan perkara selama ini, judicial review kebanyakan masih menempuh uji materiil dan jarang sekali uji formil. âPadahal kalau uji formil tidak hanya pasal per pasal yang dibatalkan tetapi undang undang itu semua bisa batal,â pungkas Mahfud. (Andhini Sayu fauzia)
Foto: Dok. Humas MK/Andhini SF