PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) tentang persoalan uji materi yang diajukan terpidana Bom Bali Amrozi dkk terhadap UU 2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati (eksekusi) harus diikuti penegak hukum.
"Kami akan memutuskan uji materi itu pada 21 Oktober pukul 10.00 WIB, tetapi Kejakgung akan mengumumkan rencana eksekusi itu pada 24 Oktober," kata Ketua MK Prof DR Moch Mahfud MD SH SU di kampus Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Sabtu (18/10).
Di sela-sela dialog MK dengan anggota Asosiasi Dosen Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) se-Jatim, ia mengatakan Kejakgung dalam pengumuman pada 24 Oktober itu harus mengikuti putusan MK pada 21 Oktober.
"Kalau MK memutuskan hukuman mati dengan cara tembak sampai mati itu melanggar HAM, maka Kejakgung tidak boleh melaksanakan eksekusi dengan cara itu, tetapi kalau MK membenarkan eksekusi mati dengan cara tembak, maka pelaksanaannya terserah kepada Kejakgung," ujarnya.
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta itu, putusan MK itu berlaku sejak tanggal diucapkan atau 21 Oktober, kecuali Kejakgung melaksanakan eksekusi mati sebelum tanggal itu.
"Kalau pelaksanaan eksekusi sebelum tanggal 21 Oktober, maka bisa memakai aturan hukuman yang lama (ditembak sampai mati), tetapi memutuskan uji materi hukuman mati cara tembak itu dengan memanggil enam dokter," katanya.
Kepada para dokter yang dimintai pendapat itu, katanya, hakim konstitusi di MK menanyakan apakah benar ditembak itu lebih sakit dibanding hukuman mati dengan cara lain seperti digantung, disuntik, dan sebagainya.
"Kalau MK sudah memutuskan, tetapi Kejakgung tetap menggunakan eksekusi mati yang bertentangan dengan putusan MK, maka hal itu tidak dapat dibenarkan, karena Kejakgung dapat menggunakan produk hukum lama bila terkait masalah pidana, tetapi kalau masalah konstitusi tidak bisa," ucapnya.
Namun, kata mantan Menteri Pertahanan di era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu, ada hal aneh dalam permohonan uji materi UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati, karena Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera sudah menandatangani surat kuasa.
"Tetapi, Amrozi dkk dalam pernyataannya yang disiarkan media massa pada 6 Oktober lalu justru tidak mempermasalahkan tata cara pelaksanaan hukuman mati, karena mereka menolak hukuman mati, bukan tata cara hukuman mati," katanya.
Ketiga terpidana mati kasus bom Bali 12 Oktober 2002 itu akan dieksekusi mati setelah Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Amrozi, ditolak Mahkamah Agung (MA).
Sementara itu, dua terpidana mati kasus bom Bali 2002 lainnya, Imam Samudra (38) dan Ali Gufron (46), proses sidang PK-nya kini masih dalam penanganan MA. Saat ini, ketiga masih meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah. (Ant)
Sumber: http://www.jurnalnasional.com/?media=BN&cari=mahkamah konstitusi&rbrk=&id=12635&detail=Nusantara
Foto: dok. Humas MK/Ardli N