Jimly Asshiddiqie membuat keputusan yang terkesan mendadak. Mantan ketua MK (Mahkamah Konstitusi) itu mengajukan pengunduran diri ke presiden sebagai hakim konstitusi Selasa lalu (7/10). Mengapa dia mendadak mundur? Benarkah Jimly akan maju dalam Pilpres 2009? Berikut penuturan Jimly kepada Jawa Pos di kantornya, gedung MK, Jakarta.
Keputusan mundur Anda cukup mengejutkan.Sebagian kalangan ada yang mengkritik Anda. Ada yang menyebut Anda bukan negarawan. Komentar Anda?
Saya menanggapi reaksi masyarakat itu biasa saja. Sebab, keputusan mundur ini juga biasa bagi saya. Menurut saya, yang disebut negarawan adalah seseorang yang tidak mementingkan diri sendiri dan golongan. Orientasi dalam bekerja adalah untuk kepentingan bangsa dan negara. Dia juga harus bekerja secara profesional. Kalau soal isu negarawan, saya sudah mengabdi kepada negara ini sejak lama. Tahun 1993, saya sudah menjadi staf ahli menteri pendidikan dan kebudayaan. Saya juga pernah menjadi asisten wakil presiden pada 1998-1999. Menjadi anggota Tim Ahli Panitia Ad Hoc I (PAH I), Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat, dalam rangka Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pada 2001, dan tugas kenegaraan lain. Saya juga pernah menjabat ketua MK sejak 2003. Intinya, yang perlu saya tegaskan, pengunduran diri saya tidak ada hubungannya sama sekali dengan negarawan atau tidak. Hanya aktivitas biasa. Jangan berlebihan.
Ada yang menilai mundur Anda itu sangat politis. Anda bakal bersaing dalam Pilpres 2009. Anda akan bersaing merebut kursi RI 2, bahkan RI 1?
Begini, saat bertemu dengan Ketua DPR Agung Laksono, saya disuruh mundur akhir Desember 2008 atau awal Januari 2009. Saya jawab kelamaan. Kalau saya mundur menjelang Pemilu 2009, asumsi pengunduran diri saya terkait politis bakal lebih menguat. Saya bisa dinilai benar-benar mengincar itu (capres atau cawapres, Red). Padahal, pengunduran diri saya ini tidak mengarah ke sana. Saya mundur karena saya menilai masa transisi untuk memilih hakim konstitusi sudah berjalan mulus. Hakim-hakim konstitusi yang terpilih juga sudah tepat dan baik.
Kalau ditarik menjadi isu politis, coba saja dianalisis sendiri. Saya tidak mempunyai parpol. Kalau tidak punya parpol, bagaimana bisa mengarah ke sana (maju pilpres, Red). Ada yang memberikan nasihat kepada saya, kalau sudah menjadi negarawan, jangan menjadi politisi. Saya sudah dianggap sebagai negarawan. Saya juga tidak mau berpihak dan menjadi partisan. Tugas saya sebagai hakim konstitusi memang akan selesai. Tapi, saya akan membantu siapa saja untuk kepentingan negara dan bangsa.
Sudah ada parpol yang melamar atau mendekati Anda?
Belum.. Saya juga belum berpikir menjadi politisi. Soal itu jangan dibicarakan sekaranglah.
Ada anggapan, Anda mundur karena kecewa tak lagi terpilih menjadi ketua MK?
Pertama, yang perlu diketahui, saya justru yang mengajak Pak Mahfud (Mahfud M.D., ketua MK sekarang, Red) masuk MK. Saat berkunjung ke beberapa daerah, termasuk ke Jatim, saya selalu bilang Pak Mahfud adalah sosok yang tepat menggantikan saya di MK. Ceritanya, saat ada kunjungan di Kediri, Jawa Timur, ada ceramah, saya mengatakan kepada publik yang hadir bahwa Mahfud adalah pengganti saya yang tepat. Saat itu saya juga menyebut Yusril (mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, Red) sebagai sosok yang layak masuk MK. Jadi, MK di bawah Pak Mahfud dan hakim-hakim yang lain tinggal melanjutkan kinerja yang telah dilakukan. Tidak ada rasa kecewa. Saya ikhlas menyerahkan palu kepada orang yang tepat.
Kalau begitu, mengapa dalam bursa pemilihan ketua MK, Anda mau dicalonkan kembali?
Saya sebenarnya sudah menolak dari awal. Sebelum pemilihan anggota MK periode 2008-2011, saya sebenarnya sudah mau berhenti dan tidak mau dicalonkan. Tapi, beberapa parpol besar tetap mendorong saya agar maju lagi. Ada lima parpol yang mengatakan dan mendukung saya agar maju lagi. Karena menghormati yang mendukung, saya akhirnya bersedia dicalonkan. Tapi, tetap saya bilang bahwa saya akan mundur.
Apa saja kelima parpol itu?
Pokoknya, lima partai besar. Yang bisa saya katakan, saya dekat dengan semua parpol. Saya berhubungan baik dengan para pimpinan parpol besar. Saya dekat dengan Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PAN. Bahkan, yang ideologinya berbeda dengan saya seperti PDIP, saya juga dekat. Dengan PKB dan Gus Dur, saya juga dekat. Bahkan, saya baru saja menemui Gus Dur. Bicara soal bangsalah. Jadi, insya Allah, hubungan dengan parpol akan saya jaga terus dengan baik.
Bagaimana soal kabar bahwa Anda bakal masuk ke Mahkamah Agung (MA)? Bahkan, ada isu bakal jadi ketua menggantikan Bagir Manan?
Semua isu itu kurang realistis. Soal capres atau cawapres, misalnya, siapa masyarakat bawah yang kenal saya? Saya ini kurang dikenal di masyarakat. Memang banyak yang melakukan puja puji kepada saya. Bahkan, ada yang ngefans berat kepada saya. Tiap hari, orang yang senang kepada saya itu mengirimkan SMS berupa pujian. Saya sampai capek membalasnya. Tapi, kan jumlahnya sedikit. Di kalangan elite atau masyarakat perkotaan, saya memang dikenal. Dikenal sebagai pejabat yang bersih, misalnya. Tapi, kan saya juga harus menghitung, saya tetap kurang dikenal masyarakat. Belum populer. Pak SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) yang masih kuat. Sebagai ketua MK, memang saya terkenal. Tapi, untuk menjadi capres atau cawapres, tentu suara saya sangat kurang. Jadi, saya harus realistis.
Lalu soal MA. Memang saya mendengar ada yang mengatakan saya calon ketua MA. Tapi, lagi-lagi kurang tepat. Sebab, ketua MA itu ditentukan dalam rapat pleno para hakim agung. Dalam rapat pleno itu, para hakim agung yang memilih dan memberikan sendiri suara terhadap calon ketua MA-nya. Pemilihan ketua MA itu sama dengan pemilihan ketua MK. Artinya, calon terpilih dari internal. Lha saya, kan masih di MK sampai akhir November.
Tapi, kalau ada yang mengusulkan Anda masuk menjadi hakim agung, kan ada peluang jadi ketua MA...
Saya belum bisa berkomentar. Saya hanya berpikir yang realistis saja saat ini.
Apa rencana Anda setelah mundur?
Biasa, saya mengajar. Kembali ke kampus. Saya juga masih membantu MK dari luar. Misalnya, menyosialisasikan dan lebih memperkuat jaringan MK ke perguruan tinggi. Saya juga sedang menyelesaikan editing buku saya yang akan diterbitkan Maxwell. Rencananya, judulnya The Fundamental of Indonesia Constitutional Law. Buku ini akan menjadi panduan resmi universitas-universitas di luar negeri, seperti AS dan Inggris. Buku ini akan menjadi buku pegangan resmi mahasiswa asing yang ingin tahu tentang persoalan hukum dan konstitusi di Indonesia. Buku ini merupakan panduan terlengkap yang pernah ditulis tentang konstitusi di Indonesia.
Apa program berat MK di masa depan?
MK saat ini telah menjadi lembaga yang mapan dan tertib secara administrasi. Meski berusia muda, MK mampu membangun struktur, kultur, budaya, dan mekanisme kerja yang sangat profesional. Jangka pendek, tugas berat yang menanti adalah munculnya perselisihan hasil Pemilu 2009 mendatang. Juga persoalan pilkada.
Menangani perselisihan pemilu pada Pemilu 2009 lebih berat daripada Pemilu 2004. Objek sengketanya lebih kompleks dan sangat rumit. Misalnya, dulu perolehan angka suara legislatif hanya dipengaruhi kursi. Tapi untuk 2009, dipengaruhi juga parliamentary threshold. Saya kira tugas hakim konstitusional ke depan menjadi lebih berat. Akan lebih banyak sengketa yang masuk.
Perasaan Anda sekarang?
Saya ini orang yang ikhlas dan legawa. Kini saya akan lebih bebas dan netral. Saya mendapat banyak nasihat dari para kiai dan ulama agar tetap netral dalam berperilaku dan tetap dalam koridor kebenaran. Kebenaran beragama, bermasyarakat, dan bernegara. (suyunus rizki ekananda/kum)
Sumber www.jawapos.co.id (12 Oktober 2008)
Foto Dokumentasi Humas MK