[12/10/08]
Perlu dirumuskan kontrak politik yang menjamin seorang hakim menjalankan tugas hingga periodenya selesai. Sebaliknya, ada yang mengusulkan periodisasi jabatan hakim konstitusi dihapus.
Pengunduran diri Prof. Jimly Asshiddiqie sebagai hakim konstitusi telah menjadi bola salju yang terus menggelinding. Menjadi bahan diskusi di berbagai tempat, banyak yang menebak-nebak apa gerangan yang menyebabkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengundurkan diri. Jimly sudah berketetapan hati. Ia sudah menyampaikan keputusannya kepada Ketua DPR, Presiden, Ketua Komisi III, dan publik.
Yang sedikit gundah dan kecewa adalah sebagian anggota Komisi III DPR. Sebab, baru beberapa bulan mereka sepakat mempertahankan Jimly duduk di Mahkamah Konstitusi (MK), tiba-tiba yang bersangkutan mengundurkan diri. âTeman-teman kecewa dengan keputusan Pak Jimly. Kita banyak yang harus diubah,â kata anggota Komisi III, Eva Kusuma Sundari.
Kasus pengunduran diri Jimly Asshiddiqie menghidupkan kembali semangat merevisi Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UUMK). Ketua DPR Agung Laksono sudah menekankan bahwa revisi UU Mahkamah Agung akan berjalan berbarengan dengan revisi UU Komisi Yudisial dan UUMK. Ketiga wet itu saling berkaitan.
Salah satu gagasan yang mencuat adalah merumuskan kontrak politik dalam revisi UUMK agar hakim tidak gampang mundur tanpa alasan yang jelas. Sebenarnya, UUMK membenarkan pengunduran diri hakim. Cuma, pengunduran diri yang dilakukan tidak lama setelah terpilih, seperti yang dilakukan Prof. Jimly, seolah mementahkan kembali proses formal yang sudah dilakukan DPR. Kalau saja ada kontrak politik, kata Eva Kusuma Sundari, sangat mungkin kasus Prof. Jimly tidak terjadi. Ke depan, ujar Eva, perlu dirumuskan kontrak politik âsampai periodenya selesaiâ.
Dukungan revisi UUMK juga datang dari Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN). Malah, jauh-jauh hari KRHN sudah menyampaikan beberapa usulan agar dimasukkan ke dalam revisi UUMK kelak. Peneliti Divisi Konstitusi KRHN, Wahyudi Djafar mencatat setidaknya lima substansi usulan, meliputi masalah (i) kekuasaan MK; (ii) pengangkatan dan pemberhentian hakim; (iii) periodisasi masa jabatan hakim; (iv) hukum acara MK; dan (v) pengawasan hakim konstitusi. Terkait dengan masa jabatan hakim, KRHN malah mengusulkan agar periodisasi dihapuskan. Menurut Wahyudi, masa jabatan hakim konstitusi sebaiknya ditentukan hanya untuk sekali menjabat dengan masa jabatan 10 tahun.
Sebenarnya, yang paling berkepentingan dengan revisi UUMK adalah Mahkamah Konstitusi sendiri. Namun, seperti diutarakan ketuanya, Mahkamah Konstitusi tidak akan memberikan masukan secara resmi terhadap revisi UUMK. âItu urusan DPR. MK akan terima apapun keputusan DPR. Kalau sudah jadi Undang-Undang, kita akan laksanakan habis-habisan,â tegas Ketua MK, Moh. Mahfud MD, menjawab pertanyaan hukumonline, Selasa (07/10) pekan lalu.
Sikap Mahkamah Konstitusi ini berbeda dengan sikap Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) terhadap revisi UU Mahkamah Agung. Pada 2007 lalu, Ikahi menyampaikan pokok-pokok pikiran tentang revisi UU No. 5 Tahun 2004 tentang MA dan UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Bahkan dalam diskusi publik yang digelar Komisi Hukum Nasional 18 September lalu, Ketua II Ikahi H. Habiburrahman menyampaikan risalah âTambahan Pokok-Pokok Pikiran Ikahi tentang revisi UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agungâ.
Kembali ke soal revisi UUMK. Pada Januari lalu, DPR sudah menyampaikan pandangan resmi perlunya revisi dimaksud. Berdasarkan salinan dokumen yang diperoleh hukumonline, ada 27 poin penting usulan perubahan dari DPR. Yang paling mendasar adalah hukum acara. Rumusan kontrak politik seperti disinggung Eva Kusuma Sundari belum masuk karena draft pandangan DPR disusun sebelum pengunduran diri Jimly. Namun ada satu rumusan terkait penggantian hakim. Dalam draft itu DPR mengusulkan memasukkan rumusan proses penggantian hakim konstitusi serta pengangkatan dan masa jabatan hakim pengganti.
Jadi, kalau mau memperketat syarat-syarat pengunduran diri hakim konstitusi, misalnya, proses revisi terhadap UUMK menjadi tumpuan. Akankah dalam waktu dekat terwujud? Ingat, para anggota Dewan tengah sibuk bersiap-siap menghadapi pemilu 2009 yang berlangsung pada April.
(Mys/Ali/M-4)
Sumber: http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=20270&cl=Berita
Foto: Dok. Humas MK/Andhini SF