Thursday, 09 October 2008
Jimly Asshiddiqie mengundurkan diri dari posisinya sebagai hakim konstitusi. Surat pengunduran diri disampaikan pada 6 Oktober 2008. Meski demikian,beliau akan tetap menjadi hakim konstitusi hingga akhir November.Waktu yang tersedia dimaksudkan Jimly untuk DPR memilih hakim konstitusi penggantinya.
Kabar mundurnya Jimly sudah saya dengar sebelum Ramadan. Meski menyayangkan, saya juga menghormati putusan demikian. Menyayangkan karena bagaimanapun Mahkamah Konstitusi (MK) di bawah kepemimpinan beliau telah menjadi lembaga negara yang eksis.Meskipun baru seumur jagung, lembaga ini dapat mengukuhkan supremasi konstitusi di Tanah Air.Putusan MK tentu bukan hasil karya Jimly sendiri. Putusan MK yang sering kali menjadi pro dan kontra adalah ibarat pahatan karya the nine of solomons, sembilan hakim penjaga konstitusi.Namun kepemimpinan Jimly tentu memberi warna atas eksistensi MK periode pertama tersebut.
Saya sendiri tidak menyetujui semua putusan MK.Putusan yang terkait masalah korupsi dan Komisi Yudisial adalah beberapa yang menurut saya tidak tepat. Kepada Jimly sendiri, pada suatu kesempatan kuliah umum di Fakultas Hukum UGM, pernah saya sampaikan, âProf Jimly, jika putusan MK mengundang perdebatan, menimbulkan kontroversi, itu wajar. Justru patut disyukuri karena menggairahkan diskusi konstitusi. Kita baru harus khawatir, jika yang muncul adalah pemberitaan adanya suap di balik putusan MK,atau kabar adanya praktik mafia peradilan di MK.â
Tepat tentang masalah antimafia peradilan inilah apresiasi utama saya atas prestasi kerja MK di bawah kepemimpinan Jimly. Hingga kini, meski ada beberapa isu tentang kemungkinan praktik menyimpang, saya masih melihat MK adalah peradilan paling transparan dan berwibawa di Tanah Air. Di tengah terpuruknya peradilan Indonesia, yang menjadi peringkat terbontot di posisi ke 12 dari 12 negara, menurut jajak pendapat terakhir Political Economic Risk Consultancy (PERC), MK adalah salah satu peradilan yang masih menyisakan harapan keadilan tidak terbeli di negeri ini. Peradilan terhormat lainnya tentu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertandem dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Keduanya terus menjadi palang pintu utama agenda pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Di bawah kepemimpinan Jimly, MK mewujud menjadi peradilan yang terhormat.Putusan pengadilan dapat langsung diunduh publik melalui situs MK beberapa saat setelah selesai dibacakan. Dari sisi birokrasi dan keuangan,Badan Pemeriksa Keuangan pun memberikan apresiasi dengan predikat âwajar tanpa pengecualianâ atas laporan keuangan MK. Perdebatan di depan ruang sidang pun jauh lebih bermutu. Saya yang beberapa kali menjadi ahli, merasakan betapa ruang sidang MK menghadirkan perdebatan hangat dan berbobot. Sungguh menjadi oase di tengah banyaknya ruang sidang lain yang kering dengan integritas moral.
Warisan itulah yang kini wajib dilanjutkan oleh Mahfud MD dan para hakim konstitusi lain sepeninggal Jimly Asshiddiqie. Kepada Ketua MK yang baru, pernah saya sampaikan masukan agar beliau mempertahankan dan meningkatkan upaya MK menjadi lokomotif antimafia peradilan di Tanah Air. Saya yakin Mahfud MD mampu melakukannya. Karena jikalau pun ada yang layak menggantikan Jimly, maka mantan Menteri Pertahanan tersebutlah yang paling tepat.
***
Catatan lain terkait mundurnya Jimly adalah bagaimana proses rekrutmen hakim konstitusi ke depan sebaiknya dilakukan. Pengalaman menjadi tim seleksi hakim konstitusi dari unsur presiden mengajarkan kepada saya bahwa model membuka lamaran bagi hakim bukanlah pilihan yang tepat.Di bawah kepemimpinan Adnan Buyung Nasution, tim seleksi yang dibentuk Dewan Pertimbangan Presiden memberikan tawaran model pemilihan yang transparan, partisipatif, sekaligus akuntabel; sebagaimana disyaratkan oleh Undang-Undang MK.
Dari model talent scouting yang ditawarkan tim Wantimpres itu tidak ada kesempatan bagi para job hunters. Biaya yang dikeluarkan pun jauh lebih murah dibandingkan proses seleksi lainnya.Padahal proses yang dihasilkan tetap dapat dipertanggungjawabkan. Terlebih dalam public hearing (sayangnya tidak banyak diliput media massa), pertanyaan diajukan oleh panel ahli (expert panel) yang sangat terpelajar. Prof Dr Mohammad Laica Marjuki, Prof Dr Satjipto Rahardjo,Prof Dr Soetandyo Wignjosoebroto, Prof Dr Franz Magnis Suseno, dan Dr Nono Anwar Makarim yang merupakan begawan hukum dan filsafat yang tidak diragukan integritas moral dan kapasitas keilmuannya untuk melontarkan pertanyaan berkualitas kepada para calon hakim konstitusi.
Hasilnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun dengan mantap memilih tiga hakim konstitusi berdasarkan nama yang direkomendasikan pada peringkat satu hingga enam dalam hasil kerja tim seleksi. Meski sempat ada usulan untuk mengambil nama lain di luar yang diajukan tim, Presiden Yudhoyono dengan tegas mengatakan bahwa hasil kerja tim lebih layak dan akuntabel untuk dijadikan dasar pemilihan. Hanya,Presiden tidak memutuskan semata-mata berdasarkan peringkat pertama hingga ketiga yang diajukan tim karena memang pada dasarnya presiden mempunyai hak prerogatif untuk melakukan pilihan hakim konstitusi berdasarkan UUD 1945.
Metode seleksi tim Dewan Pertimbangan Presiden layak dijadikan referensi dalam seleksi hakim konstitusi di MA maupun DPR.Untuk pengganti Jimly, ada baiknya penyempurnaan dilakukan dalam proses pemilihan. Prosesnya tidak boleh dipermudah dengan hanya mengambil nomor urut keempat dari proses pemilihan sebelumnya.Karena tidaklah demikian berdasarkan UU MK. Proses rekrutmen hakim konstitusi harus selalu dilakukan dari awal setiap kali terjadi kekosongan.
Meski begitu, untuk kekosongan Jimly ini akan selalu muncul kontroversi, karena beliau baru saja dilantik pada pertengahan Agustus lalu.Belum satu setengah bulan dari pengunduran dirinya. Sejarah akan mencatat prestasi Jimly, sekaligus misteri di balik pengunduran dirinya yang sedemikian cepat.Apa pun,kita ucapkan âSelamat Jalan Pak Jimly,âmeski belum terlalu jelas di manakah pelabuhan pengabdian beliau berikutnya.(*)
Denny Indrayana
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum,
Dosen Hukum Tata Negara UGM
Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/opini/selamat-jalan-pak-jimly-2.html
foto: Dok. Humas MK