Rabu, 8 Oktober 2008 | 03:00 WIB
Jakarta, Kompas - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi atau MK, Jimly Asshiddiqie, dalam jumpa pers di Kantor MK, Selasa (7/10), menolak ketika ditanyakan alasan pengunduran dirinya sebagai hakim konstitusi. Namun, di Istana Negara, Jakarta, seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa, ia mengakui tak ada masalah antara dirinya dan Ketua MK Mahfud MD.
âUntuk diketahui, banyak yang tahu kalau saya yang tarik-tarik dia (Mahfud) untuk masuk sebagai hakim konstitusi,â papar Jimly. Mahfud bersama hakim konstitusi lain, termasuk Jimly, bertemu Presiden.
Di Kantor MK, Jimly berkata, âSaya merasa bisa lebih bebas berbicara kepada publik setelah mundur. Selama menjadi hakim, saya tidak bisa bicara bebas karena harus membatasi diri.â
Menurut dia, selepas menjabat hakim di MK, ia akan lebih bebas dan netral. Ia mengaku mendapat masukan dari berbagai kalangan, khususnya ulama, agar tetap menjaga netralitas. Karena itu, ia belum terpikir untuk menerjuni politik praktis.
Jimly menjadi Ketua MK periode 2003-2008. Ia mengakui tugasnya di MK sudah selesai meski seharusnya hingga 2013. Ia merasa sudah mengantarkan hakim MK periode 2008-2013 dan cukup mendampingi mereka.
Mahfud melaporkan pengunduran diri Jimly kepada Presiden dan pimpinan DPR. Jimly adalah anggota MK dari unsur DPR. Menurut Mahfud, pertemuan dengan Presiden sudah direncanakan lama. Pengunduran diri Jimly juga bukan sesuatu yang luar biasa.
DPR harus klarifikasi
Secara terpisah, ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, meminta DPR mengklarifikasi pengunduran diri Jimly. âIni baru 1,5 bulan menjabat, mengapa mundur? Kalau tahu begitu, dulu tak usah ikut seleksi,â katanya, Selasa.
Dilihat rentang Jimly terpilih kembali sebagai hakim konstitusi dari unsur DPR, lanjut Saldi, sulit memisahkan keterkaitan mundurnya itu dengan kekalahan dalam pemilihan Ketua MK, Agustus lalu. Pengunduran diri Jimly mesti menjadi pelajaran bagi hakim konstitusi lain. Tugas di MK adalah menjadi hakim, bukan melakukan fungsi administrasi.
Saldi dan ahli hukum tata negara Irman Putrasidin sependapat, tidak bisa menerima alasan Jimly mundur karena merasa tugasnya membangun institusi MK telah rampung. Pengunduran diri Jimly justru tidak menunjukkan watak kenegarawanannya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Mulfachri Harahap juga menyesalkan langkah Jimly. Sekalipun menghargai kinerjanya di MK, apa pun alasan Jimly mundur saat ini sulit dipahami karena waktunya terhitung singkat sejak dipilih sebagai hakim di MK lagi.
Sebaliknya, Wakil Ketua Komisi III lainnya, Aziz Syamsuddin, menilai keputusan mundur adalah hak Jimly, yang tak bisa dihalangi. Keduanya sepakat pengisian hakim konstitusi dilakukan secepatnya.
Secara terpisah, Selasa, Anggota Komisi III DPR Wila Chandrawila mengusulkan pengisian jabatan hakim konstitusi yang ditinggalkan Jimly, tak perlu seleksi lagi. Cukup dengan âurut kacangâ, yaitu calon berikut yang meraih suara terbanyak saat seleksi sebelumnya.
âBiaya seleksi hakim konstitusi itu mahal. Lebih baik jika calon ranking berikutnya ditetapkan menggantikan Jimly,â katanya. Dalam seleksi di DPR, selain Jimly, terpilih pula Mahfud MD dan Akil Mochtar. Di urutan keempat adalah Haryono yang sebelumnya menjabat hakim konstitusi. (AYS/INU/DIK/NWO/TRA)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/10/08/02122539/jimly.saya.ingin.lebih.bebas.bicara.kepada.publik
foto: Dok. Humas MK/Andhini SF