Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bersikap tegas dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung atau RUU MA, terutama terkait dengan upaya sinkronisasi dengan RUU Mahkamah Konstitusi dan RUU Komisi Yudisial serta pembangunan sistem pengawasan hakim yang lebih efektif. Hal ini untuk mendukung reformasi dunia peradilan.
âPresiden bisa memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menunda pembahasan RUU MA,â kata Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas kepada Kompas, Sabtu (4/10) di Jakarta.
Selama penundaan pembahasan RUU MA, yang sempat ditargetkan disahkan 6 Oktober ini, Presiden dapat melakukan kajian akademis dan demokratis atas sejumlah hal krusial dan menarik perhatian di RUU itu. Misalnya, ujar Busro, tentang batas usia hakim agung. Kajian antara lain bisa dilakukan dengan meminta pendapat, misalnya, dengan jajak pendapat kepada masyarakat atau sekitar hakim di Indonesia.
Masa penundaan juga bisa diisi oleh pemerintah dan DPR untuk membahas RUU lain yang terkait dengan RUU MA, yaitu RUU Mahkamah Konstitusi (MK) dan RUU KY. âHal penting yang perlu disinkronkan dalam pembahasan ketiga RUU itu adalah bagaimana membangun sistem pengawasan yang efektif terhadap hakim. Setelah hal krusial ini selesai, lalu diadakan sinkronisasi di antara tiga RUU itu sebelum akhirnya disahkan,â kata Busyro.
Ia juga menambahkan, pembangunan sistem pengawasan hakim ini penting karena setelah MK pada Agustus 2006 membatalkan semua wewenang pengawasan yang dimiliki KY, pengawasan dan penegakan etika di lembaga peradilan menjadi amat kurang diperhatikan.
Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch menambahkan, lambannya reformasi dunia peradilan juga bisa dilihat dari putusan yang dihasilkan peradilan umum dan MA dalam perkara korupsi. Rata-rata lama vonis yang dijatuhkan adalah 6,43 bulan penjara. (nwo)
Sumber www.cetak.kompas.com (06/10/08)
Foto www.google.co.id