Melalui putusan Perkara Nomor 25/PHPU.D-VI/2008, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan walaupun perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) merupakan kewenangan MK tetapi masih perlu suatu tindakan hukum untuk proses pengalihannya. Lebih lanjut, pengalihan tersebut akan terjadi dengan sendirinya bila tenggat 18 bulan telah berakhir.
Dalam amar putusan, Rabu (24/09), Ketua MK, Moh. Mahfud MD, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima.
Persidangan perselisihan hasil Pilkada yang diajukan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Lampung Utara Periode 2008-2013, Bachtiar Basri dan Slamet Haryadi, ini hanya diperiksa sekali dan langsung diputus. Untuk menentukan putusan, Majelis Hakim menyelenggarakan Rapat Permusyaratan Hakim sehingga sidang sempat diskors sekitar 30 menit.
Permohonan Bachtiar Basri dan Slamet Haryadi, disebut MK, masih bersifat prematur karena perselisihan hasil Pilkada belum bisa ditangani MK. Berdasarkan Pasal 236C UU 12/2008, penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung (MA) dialihkan ke MK paling lama 18 bulan sejak undang-undang tersebut diundangkan. Namun, terdapat frasa âpaling lamaâ yang menimbulkan suatu konsekuensi yuridis.
Menurut MK, dalam pertimbangan hukum putusan yang dibacakan Hakim Konstitusi A. Mukthie Fadjar, frasa âpaling lamaâ artinya: dapat dilakukan sebelum berakhirnya tenggat yang ditetapkan. Bila hal itu terjadi, perlu ada suatu tindakan hukum pengalihan penanganan perselisihan hasil pilkada dari MA ke MK secara nyata. Jika tidak terjadi, maka pengalihan kewenangan itu dengan sendirinya (demi hukum) terlaksana setelah habis tenggat 18 bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 236C UU 12/2008.
Pemohon sebenarnya juga telah mengajukan permohonan pemeriksaan yang sama di pengadilan negeri setempat. âJika Mahkamah menerima perkara sengketa pemilihan kepala daerah tanpa ada tindakan hukum pengalihan kompetensi sebelum habisnya tenggat yang ditetapkan oleh UU 12/2008 dapat mengakibatkan terjadinya dualisme pemeriksaan dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih, ketidakpastian, dan nebis in idem,â ucap Mukthie.
Terhadap putusan ini, Hakim Konstitusi H.M. Akil Mochtar, mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut Akil, Pasal 236C UU 12/2008 dapat langsung berlaku tanpa harus menunggu adanya tindakan hukum pengalihan dari MA ke MK. âSecara fakta tindakan pengalihan demikian tidaklah diperlukan karena MK sudah memiliki kewenangan absolut,â jelasnya. (Luthfi Widagdo Eddyono)
Foto: Dok. Humas MK/Andhini SF