INISIATOR Amandemen UU Migas No 22 Tahun 2001, Ana Muawanah mengatakan Badan Legislasi (baleg) DPR sudah mulai membahas revisi UU Migas. Pembahasan baleg sudah dalam tahapan finalisasi untuk selanjutnya diharapkan dapat dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas 2009).
Amandemen UU Migas No 22 Tahun 2001 dinilai sudah sangat mendesak. Beberapa ketentuan dalam UU itu tidak sesuai kebutuhan saat ini dan juga karena banyak menimbulkan masalah. "Kita tahu UU migas ketika dibuat posisi Indonesia dalam tekanan IMF sehingga kepentingan asing benar-benar ada dalam pembahasan UU ketika itu. UU ini mengooptasi UUD 45 Pasal 33," ujar Ana dalam diskusi Carut Marut Impor Minyak di Pressroom DPR, Jakarta, Selasa (23/9) kemarin .
Revisi ini juga didorong karena keputusan MK yang telah membatalkan beberapa pasal yang merugikan dan bertentangan dengan UUD 45 oleh pemerintah tidak juga diimplementasikan, terutama ada 4 pasal. Kini tim pengusul telah membahas perubahan 7 pasal dari UU tersebut.
"Isinya antara lain pembatasan lama kontrak dan perpanjangannya. Juga soal diperlukannya persetujuan DPR dalam menyepakati sebuah perjanjian terlebih perjanjian itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam UUD tertera kalau negara membuat pernjanjian dengan negara lain harus dengan persetujuan DPR," tegasnya.
Hubungan pemerintah Indonesia seperti direndahkan karena dalam kerja sama migas pemerintah Indonesia berhubngan dengan para pelaku bisnis. "Pemerintah didudukkan dan disetarakan dengan Exxon, Chinox, Chevron, Caltex dan sebagainya. Ini aneh karena tidak ada negara lain yang melakukan hal ini, biasanya G to G , atau B to B," kata Muawanah yang juga anggota Komisi III DPR RI ini.
Sementara itu Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan carut marutnya kebijakan energi Indonesia karena tidak adanya sinergi antara kementerian dan BUMN energi yang terkait. Carut marut impor minyak juga sudah banyak dibicarakan seperti mengenai mafia impor minyak yang menjalankan dengan sistem kartel.
Contohnya, ada 15 perusahaan yang terdaftar di Pertamina yang menjadi importir minyak. Namun hanya ada 5-7 perusahaan yang selalu menang dalam proses tender. Kemenangan mereka pun telah diatur seperti arisan. Mereka menggunakan sistem kartel karena setiap tender mereka dipatok keuntungan US$2 per barel.
"Satu dolarnya mereka bagikan kepada yang kalah. Ini sistem yang sudah lama terjadi sampai kini," ujar Mamit
(by : Rhama Deny)
Sumber www.jurnalnasional.com (24/09/08)
Foto www.google.co.id