Bukan kewajiban rohaniawan untuk menolak menjadi saksi. Rohaniawan hanya berhak menolak.
Namanya Hansen Anthony Nwaolisa atau biasa disapa Antonius. Pria asal Nigeria ini mungkin tak pernah berharap kalau hidupnya berakhir di hadapan regu tembak. Bersama rekan senegaranya, Samuel Iwachekwu Okoye, ia harus rela "dipaksa" meninggalkan dunia ini. Kedua sahabat ini dieksekusi pada Jumat, pertengahan tahun 2008. Dua regu tembak, yang masing-masing regu terdiri tujuh orang dan satu komandan bertindak selaku eksekutor.
Kegamangan terlihat dari wajah Antonius ketika akan dieksekusi. Ketegangan juga tak dapat dihindarkan. Tangan dan badan Antonius diikat dengan sebuah tali. Tujuannya agar eksekusi tidak meleset. Sebelum dieksekusi, Antonius masih sempat meminta minum kepada petugas. Permintaan minum ini berlangsung berulang-ulang. Sehingga petugas khawatir perut Antonius yang menjadi sasaran tembak akan menjadi kembung.
Doa dan nyanyian rohani juga keluar dari mulut Antonius. Saking khawatirnya menghadapi kematian, ia masih merasa perlu berada di dekat rohaniawan yang mendampinginya, Pastor dari Paroki Santo Stevanus Cilacap Charlie Burrows. âFather, are you still there?â tanyanya kepada Pastor Charlie yang berdiri di belakang regu tembak. Charlie mengatakan bahwa ia tetap berada di situ sampai semuanya selesai.
Setelah itu, suara "dor" terdengar. Sayang, Antonius tidak langsung meninggal dunia. Ia harus mengerang menahan sakit selama tujuh menit. Dokter yang dilibatkan dalam proses eksekusi ini langsung maju memeriksa tubuh Antonius. Baru tiga menit kemudian, Antonius dinyatakan meninggal dunia. Total Antonius mengalami "sakratul maut" selama sepuluh menit.
Cerita tentang proses eksekusi ini memang secara langsung diungkapkan oleh saksi mata. Dia adalah Pastor Charlie yang mendampingi Antonius. Keterangan Pastor Charlie ini disampaikan dalam sidang pengujian UU No.2/PNPS/1964 yang diajukan oleh tiga terpidana bomb Bali âAmrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera-. Charlie dihadirkan Tim Pembela Muslim, kuasa pemohon, untuk menggambarkan proses eksekusi tembak mati yang dinilai mengandung unsur penyiksaan.
Kesaksian Charlie ini bukan tanpa hambatan. Di tengah-tengah kesaksiannya, Hakim Konstitusi Akil Mochtar sempat menyela. Akil mengingatkan bahwa saksi adalah rohaniawan yang terikat kepada sumpah profesi. Menurutnya, ada ketentuan bahwa yang bersangkutan harus merahasiakan proses yang dia saksikan. âWajib menyimpan rahasia,â tutur Akil. Akil meminta masalah ini dipertegas terlebih dahulu.
Ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) hening sejenak pasca nasihat Akil. Para hakim konstitusi saling melirik, sebagian berbisik kepada hakim lain. Akhirnya, Ketua MK Prof. Moh. Mahfud MD mengambil sikap. Ia mempersilahkan Charlie melanjutkan kesaksiannya sepanjang menyangkut pokok perkara. âNanti hal-hal yang sifatnya pribadi dan menganggap harus dirahasialan supaya dirahasiakan,â pinta Mahfud.
Sudah Konsultasi
Usai persidangan, Charlie mengungkapkan alasannya membuka kesaksiannya ini kepada publik. âSaya tak membuka rahasia,â tuturnya kepada hukumonline. Lagipula, ia tak diminta untuk merahasiakan proses tersebut. Ia menilai apa yang diungkapkannya ini menyangkut hak asasi manusia. âAda hak publik, mengapa harus dirahasiakan,â tegasnya.
Charlie mengaku sudah berkonsultasi kepada atasannya dari Keuskupan Purwokerto. Paroki Santo Stephanus tempatnya bernaung memang berada di bawah Keuskupan Purwokerto. âSaya sudah konsultasi dengan atasan saya. Sudah selesai itu,â tuturnya.
Wakil Pemerintah yang hadir di persidangan juga tak mempersoalkan kesaksian Charlie. Jaksa Fungsional dari Kejagung Joseph Suardi Sabda mengatakan rohaniawan tidak wajib menolak menjadi saksi, tetapi hanya berhak. Sehingga semuanya dikembalikan kepada pribadi masing-masing rohaniawan. Hukum acara MK memang belum mengatur dengan tegas, Joseph mengadopsinya dari hukum acara pidana.
Pasal 170 KUHAP menyatakan "Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka". Setelah itu, "Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut".(Ali)
Sumber www.hukumonline.com (22/09/08)
Foto Dokumentasi Humas MK